Ulama adalah pewaris para nabi. Merekalah yang mewarisi tugas para Nabi dan Rasul dalam menyampaikan dakwah dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Di hadapan penguasa, Ulama adalah barisan terdepan yang mengontrol, menjaga, memberikan kritik dan nasehat agar penguasa senantiasa menjalankan syariah-Nya. Ulama juga tempat bertanya penguasa dalam ragam kebijakan menyangkut urusan pemerintahan, politik, sosial, ekonomi, pendidikan, dll. Di tengah-tengah umat, Ulama bagaikan lentera yang bersinar terang, membimbing dan menunjukkan jalan yang benar. Apabila ulama terbenam, maka jalan akan kabur. Ulama adalah lambang harapan & cita-cita umat. Allah menjamin Islam akan tetap abadi hingga akhir zaman, tapi Allah tidak menjamin Islam akan tegak di kampung, daerah, dan negeri kita tanpa kita perjuangkan eksistensinya bersama-sama dengan para Ulama.
Karena itu, peran ulama pada aturan yang akan diterapkan penguasa adalah sebuah keniscayaan. Politik adalah pengaturan rakyat yang tidak akan pernah terpisah dengan misi dan visi sosok ulama. Rusaknya moral para birokrat, bergesernya haluan politik pada sekedar hanya untuk meraih kekuasaan, “lugu”-nya masyarakat menilai kebijakan politik dan intervensi asing terhadap negara, boleh jadi diantaranya karena peran ulama dipinggirkan. Tak jarang diantara masyarakat yang menilai bahwa politik itu “kotor” dan agama itu “suci”, maka agama harus dijauhkan dari aktivitas politik. Penilaian seperti itu tidak sepenuhnya salah, artinya tergantung dari mabda (ideologi) politik tersebut. Kalau mabdanya adalah Kapitalisme atau Sosialisme, maka agama harus dijauhkan dari politik. Kecuali peran agama adalah “melawan” mabda kufur tersebut. Tapi kalau mabdanya adalah Islam itu sendiri, maka politik tak terpisahkan dalam kehidupan beragama. Kebutuhan penguasa saat ini pada ulama hanya sebatas rutinitas ritual ibadah atau sekedar “seremonial” belaka. Bahkan ulama diminta mengikuti arahan dan tekanan penguasa dalam “menghalalkan” setiap kebijakan yang akan diterapkan penguasa pada rakyat, dan bukan sebaliknya . Ada jarak yang lebar antara penguasa dan Ulama dalam kontrol politik. Inilah buah daripada sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan ).
Peran ulama dalam aktivitas politik menurut syariat (sistem) Islam setidaknya dalam beberapa hal berikut :
1. Menjaga kejernihan pemikiran masyarakat.
Bencana paling mengenaskan abad ini bagi umat Islam adalah kemerosotan berpikir. Semua ini berawal dari dijauhkannya umat dari permata mereka al-Quran dan as-Sunnah, sebagai standar berpikir umat. Kelemahan ini menjadikan masyarakat bertindak pragmatis. Ulama adalah sosok yang paling strategis untuk meningkatkan taraf berpikir umat. Caranya adalah dengan senantiasa mengaitkan tiap persoalan yang terjadi dengan nilai dan standarisasi Islam. Saat ditengah-tengah umat berkembang paham dan pemikiran kufur, ulama harus mengkaji faktanya, lalu menjelaskan secara jernih kerusakan paham dan pemikiran tersebut. Apa yang dilakukan MUI dulu dengan 11 (sebelas) fatwanya pada Munas ke-IV, yang membahas tentang haramnya sekulerisme,pluralisme, liberalisme (sepilis) kiranya tepat untuk dijadikan contoh upaya ulama menjaga kejernihan pemikiran masyarakat. Disamping itu, ulama senantiasa menjaga umat untuk tidak terkotak-kotak dalam fitnah ashobiyah (golonganisasi) yang melemahkan ukhuwah Islamiyah.
2. Membangun kesadaran politik masyarakat.
Setiap peristiwa di masyarakat tidak selalu murni alami tanpa rekayasa. Sebagian peristiwa bahkan by design oleh kelompok tertentu untuk tujuan politik tertentu. Situasi politik lokal, regional, dan internasional terjadi hakikatnya mengikuti mainstream dari sebuah kebijakan poltik. Umat tidak boleh terfokus bahkan terpengaruh oleh sebuah informasi dari berbagai media baik cetak maupun elektronik, sebelum membandingkannya dengan yang lain yang lebih valid dan Islami. Tetap kritis dan jangan mudah terprovokasi. Umat harus pandai membaca situasi, mengamati dan memahami semua kejadian tersebut dari sudut pandang Islam semata. Umat juga harus menyadari bahwa kemuliaan dan keagungan Islam membuat musuh-musuh Islam merasa iri dan dengki. Tiap musuh-musuh Islam berupaya menguasai berbagai media dan mengaburkan bahkan memelintir setiap informasi dan berita yang dinilai cenderung membawa nama Islam. Inilah yang disebut dengan kesadaran poltik Islam.
3. Melakukan perang pemikiran (ash-shira’ul fikri).
Kebenaran adalah lawan kebatilan. Saat ini, perang pemikiran yang terjadi bukan hanya antara kaum Muslim dan orientalis barat yang memang kafir. Kita juga berhadapan dengan putra-putri kaum Muslim yang pola pikirnya bahkan lebih “Barat” daripada orang-orang Barat sendiri. Ulama harus mempelajari kesesatan musuh-musuh Islam, termasuk aliran-aliran sesat seperti ahmadiyah dan kemunafikan kaum liberal. Sebab mereka juga melakukan hal yang sama untuk menistakan keagungan syariat Islam. Sekali lagi, jangan sampai paham dan pemikiran mereka meracuni umat Islam. Salah satu penyebab runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyah yang menguasai sepertiga dunia. Dan telah “menyinari” dunia selama 13 abad lamanya, adalah karena umat telah terpengaruh paham dan pemikiran kufur dan meninggalkan aktivitas dakwah dan jihad. Umat waktu itu baru menyadari setelah ‘benteng Islam” diruntuhkan, berbagai bencana sosial yang direncanakan sistematis menimpa umat Islam. Persis seperti “hidangan di meja makan” yang diserbu dari segala penjuru.
4. Melakukan kontrol terhadap penguasa (muhasabah lil-hukkam).
Inilah aktifitas pokok ulama. Termasuk berusaha membongkar konspirasi asing yang berusaha merongrong kedaulatan Negara. Juga konspirasi penguasa yang menistakan rakyat dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat itu sendiri. Dihadapan penguasalah reputasi sosok Ulama dipertaruhkan. Kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar harus lebih ditekankan pada penguasa, karena ditangan penguasalah kemaslahatan rakyat “dipertaruhkan.”
Rasulullah SAW bersabda:
Rasulullah SAW bersabda:
“Hendaklah kalian menyuruh kebaikan & mencegah kemungkaran. Hendaklah kalian melarang penguasa berbuat dzalim dengan menyatakan kebenaran dihadapannya. Janganlah kalian menutup-nutup kebenaran itu…..” (HR Abu Dawud & at-Tirmidzi)
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa dzalim.” (HR at-Tirmidzi & an-Nasa’i)
5. Memberikan solusi terhadap berbagai persoalan masyarakat.
Islam adalah serangkaian aturan hidup yang berfungsi sebagai solusi atas berbagai persoalan. Solusi-solusi tersebut terangkai dalam suatu sistem hukum. Ulama adalah yang paling kredibel dalam menjelaskan semua itu. Persoalan kebobrokan moral, lemahnya kualitas ubudiyah baik individu maupun masyarakat, pengangguran yang kian bertambah, kemiskinan yang tersistemisasi, kesehatan dan pendidikan yang terus di komersialisasi, korupsi yang makin meningkat, melonjaknya harga pangan dll perlu solusi Islam yang harus dijelaskan oleh ulama secara komprehensif. Lebih dari itu, bencana alam yang menimpa negara baik didarat dan laut harus mengingatkan kita akan segala kemaksiatan global yang dilakukan bangsa ini. Masyarakat dan penguasa negeri ini harus benar-benar disadarkan oleh para ulama bahwa semua itu merupakan momen agar mereka segera bertobat dan kembali pada aturan Allah, kembali pada syariah-Nya.
6. Menggerakkan masyarakat untuk berjihad & melakukan perubahan yang lebih baik.
Jihad adalah tulang punggung kehidupan umat. Jihad harus terus berlangsung hingga hari kiamat, baik ada pemimpin Islam (Khalifah) maupun tidak. Di negeri-negeri yang nyata-nyata terjadi benturan fisik antara kaum Muslim dan pihak kafir seperti di Palestina, Suriah, Myanmar, Xinjiang dll para Ulama harus mengobarkan semangat jihad fi sabilillah. Fisik harus dilawan fisik, bukan sekedar kecaman dengan mulut, Apalagi dengan diam seperti yang dilakukan Negara-negara Arab sekuler akhir-akhir ini. Dalam hal ini, para Ulama tak usah terpengaruh oleh statement hingga aturan rezim penguasa sekuler yang cenderung abai pada kedzaliman yang menimpa umat Islam.
Di negeri-negeri Islam yang tidak terjadi kontak fisik (senjata) seperti di Indonesia. Yang mesti dilakukan ulama adalah memimpin masyarakat untuk melakukan perubahan dengan dakwah bil hikmah, maw’izhatul hasanah, billati hiya ahsan. Ulama bersama-sama dengan umat wajib berjuang untuk terus melakukan perubahan pemikiran dan perasaan masyarakat secara keseluruhan. Berupaya secara optimal penuh kesabaran agar syariah Islam diterapkan secara sistemik dalam negara. Terhadap non-Muslim perlu diberikan kesadaran bahwa keagungan syariat Islam pada ranah publik bersifat universal untuk kemaslahatan mereka juga. Bukan malah dianggap sebagai ancaman terhadap keutuhan negara. Semua itu dilakukan dengan terbuka & sedikitpun tanpa kekerasan. Semua hal tersebut seperti contoh dari Rasulullah SAW seperti yang terangkum dalam metode dakwah beliau.
Untaian hikmah seputar topik.
Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa saja yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu. Allah memperjalankannya diatas salah satu jalan surga. Sesungguhya para malaikat meletakkan sayap mereka karena ridla pada para penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang alim itu dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada di langit & di bumi hingga ikan yang di dasar lautan. Sesungguhnya keutamaan seorang alim atas seorang aabid (ahli ibadah) sperti keutamaan bulan purnama atas bintang-bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar & dirham, melainkan ilmu. Karena itu siapa yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang besar.” (HR Abu Dawud, at- Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, al-Hakim, al-Baihaqi & Ibn Hibban)
“Kebinasaan bagi umatku (datang dari ulama) su’, mereka menjadikan ilmu sebagai barabg dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu.” (HR al-Hakim)
“Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak bergaul (mesra dalam hak & batil)dengan penguasa & tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa & asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para rasul. Karena itu, jauhi mereka”. (HR al-Hakim)
“Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama & sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama.” (HR ad-Darimi)
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menuturkan:
“Dulu diantara tradisi para ulama adalah mengoreksi & mengawal penguasa untuk menerapkan hukum Allah. Mereka mengikhlaskan niat & pernyataan mereka membekas di hati. Sebaliknya sekarang, terdapat penguasa yang tamak, namun ulama hanya diam. Andai mereka berbicara, pernyataanya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu adalah akibat kerusakan penguasa & kerusakan penguasa itu adalah akibat kerusakan ulama. Kerusakan ulama adalah akibat digenggam cinta harta & jabatan. Siapa saja yang digenggam oleh cinta dunia, niscaya dia tidak mampu menguasai “kerikilnya”, bagaimana lagi dapat mengingatkan penguasa & para pembesar.”
Dari penjelasan diatas bisa kita ambil sikap, bahwa umat Islam wajib mengikuti Ulama. Yaitu Ulama haq yang memang lurus dijalan Allah, walau panah-panah penguasa musuh Allah mengarah pada sang Ulama. Bukan Ulama su' (penipu umat) dan penjilat penguasa kufur. yang harus kita ikuti. Sebab mereka akan merusak jalan kehambaan kita dihadapan Allah SWT. [irawan]
Dari penjelasan diatas bisa kita ambil sikap, bahwa umat Islam wajib mengikuti Ulama. Yaitu Ulama haq yang memang lurus dijalan Allah, walau panah-panah penguasa musuh Allah mengarah pada sang Ulama. Bukan Ulama su' (penipu umat) dan penjilat penguasa kufur. yang harus kita ikuti. Sebab mereka akan merusak jalan kehambaan kita dihadapan Allah SWT. [irawan]
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan komentar dengan baik dan bijaksana
Dilarang membuat spam di blog ini
Mohon maaf bila ada komentar yang belum dijawab/dibalas