Facebook itu kan buatan orang kafir, halal atau haram ya kalau kita main facebook? Jangankan facebook deh, laptop sama smartphone saja juga buatan orang kafir kan? Boleh tidak dipakai? Disisi lain sampai ada yang bisnisnya berkaitan dengan teknologi, dan ada pula yang sampai-sampai dakwahnya berkaitan pula dengan teknologi karya orang kafir begitu. Jangan-jangan nanti jadi bid'ah lagi?...
Inilah keadaan orang-orang sekarang. Inilah salah satu motivasi besar kita, kenapa harus terjun ke aktivitas dakwah guna mencerdaskan orang-orang. Karena banyak dari kita sekarang, tidak bisa menentukan sesuatu itu halal atau haram. Khususnya, dalam menghadapi persoalan modern zaman sekarang.
Nah, berikut ini, saya akan coba paparkan konsep tentang Hadharah dan Madaniyah. Yang mana dengan konsep ini, insya Allah bisa memudahkan Anda untuk menentukan mana yang boleh dipakai, dan mana yang nggak boleh.
Defenisi Hadharah dan Madaniyah
Biar enak menjelaskan bagaimana cara menggunakan konsep hadharah dan madaniyah untuk menentukan hukum suatu benda, kita berangkat dari defenisi dulu, apa itu hadharah, dan apa itu madaniyah.
Hadharah
Hadharah itu bisa juga artinya: pemahaman. Yang, pemahaman itu ada kaitannya dengan agama-agama tertentu. Juga, ada kaitannya dengan ideologi-ideologi tertentu. Adapun maksud pemahaman disitu adalah, cara pandang tentang kehidupan. Begitu secara istilah. Kalau secara kata, hadharah itu artinya: peradaban.
Contoh. Kan ada agama Islam, ada agama Kristen, dan agama lain-lain. Nah, masing-masing agama, pasti memandang sesuatu itu berbeda-beda. Misal, kalau di dalam Islam babi itu haram, sedangkan di agama lain babi itu halal. Nah, pamahaman terhadap babi, itulah namanya hadharah.
Contoh lain. Terkait hutang piutang. Dalam agama Islam, kalau kita berhutang 10 ribu dari orang, berarti besok harus bayarnya 10 ribu juga ke orang itu. Tidak boleh si pemberi hutang minta dua kali lipat, karena kita kelamaan membayar. Misal, gara-gara kita kelamaan membayar, dikenakan bunga jadi kita dipaksa harus bayar 12 ribu. Nah, itu tidak boleh dalam Islam! Itu namanya riba! Haram! Tapi, dalam kapitalisme, itu boleh. Malah, wajib. Nah, persepsi yang berbeda terhadap hutang-piutang, itulah namanya hadharah.
Jadi:
Sekumpulan pemahaman dalam Islam, itu namanya Hadharah Islam.
Sekumpulan pemahaman dalam Kristen, itu namanya Hadharah Kristen.
Sekumpulan pemahaman dalam Budha, itu namanya Hadharah Budha.
Sekumpulan pemahaman dalam Sekulerisme, itu namanya Hadharah Sekuler.
Sekumpulan pemahaman dalam Atheisme, itu namanya Hadharah Atheis.
Sekumpulan pemahaman dalam Pluralisme, itu namanya Hadharah Pluralisme.
Sekumpulan pemahaman dalam Kapitalisme, itu namanya Hadharah Kapitalisme.
Dan lain-lain, masih banyak lagi.
Tentunya, kita hanya boleh mengambil hadharah Islam. Karena hadharah Islam itu datangnya dari Allah, dan RasulNya. Sedangkan hadharah lain, itu mutlak buatan manusia yang dipengaruhi oleh nafsu dan juga bersumber dari akal yang sifatnya nisbi. Maka, tentu lebih baik mengambil ide yang diberi oleh Yang Menciptakan semesta Yang Paling Tahu yang terbaik bagi ciptaan-Nya.
Madaniyah
Kalau madaniyah itu, artinya benda. Benda, yang bisa kita indera. Bisa kita lihat, kita pegang, kita hirup, kita denger, dan kita jilat. Bentuk fisiknya ada. Contohnya? Yah apa saja yang ada di sekeliling Anda. Handphone, itu madaniyah. Baju, itu madaniyah. Buku, itu madaniyah. Yah, pokoknya, benda fisik yang bisa diindera, itu namanya madaniyah.
Naah, tapi, madaniyah itu terbagi lagi menjadi 2. Yaitu, ada madaniyah amm (umum), dan ada madaniyah khas (khusus). Bedanya?
Kalau madaniyah amm, itu yah benda normal yang biasa aja. Seperti yang tadi dicontohkan, seperti ayam goreng, baju, laptop, dan sebagainya.
Sedangkan madaniyah khas, itu terdapat hadharah non-Islam. Contoh: kalung salib, patung Budha, topi kerucut tahun baru dan ulang tahun, dan sebagainya. Itulah benda-benda yang justifikasinya haram.
Kalau sudah paham ini, insya Allah, jadinya kita bisa membedakan mana benda yang haram dan halal. Tidak seperti halnya orang Indonesia dulu ketika dijajah Belanda. Saat itu, karena sebagian "orang berada" diberikan pakaian rapi, termasuk dasi, kemudian dasi itu dikatakan sebagai benda yang haram. Padahal, tidak. Karena dasi itu termasuk madaniyah amm. Bukan madaniyah khas. Dan masih banyak lagi kasus serupa lainnya seperti halnya kasus hukum celana jeans, batik, jas, dan lain sebagainya.
Dengan begini, terjawablah pertanyaan di awal tadi. Sekiranya suatu benda itu tidak mengandung pandangan hidup tertentu yang bukan Islam, halal. Boleh-boleh saja dipakai. Apalagi, kalau nggak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Assunnah, yah sah-sah saja.
Kisah Adi bin Hatim Mencampakkan Kalung Salibnya
Mari sejenak belajar dari Adi bin Hatim. Nah, Adi bin Hatim ini, merupakan salah seorang sahabat Rasulullah yang sebelum masuk agama Islam, agamanya adalah Nasrani. Suatu ketika Rasulullah ngelihat si Adi bin Hatim masih memakai kalung salib di lehernya. Lalu Rasulullah mendatanginya, kemudian membacakan surat At-Taubah ayat 31:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan...." [TQS. At-Taubah (9): 31]
Tapi Adi bin Hatim malah bilang, "Ih, aku nggak pernah kok nyembah rahib-rahib maupun pendeta-pendeta itu.." Kemudian Rasulullah menjawab, "Apakah rahibmu menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, dan kamu menghalalkannya? Dan apakah rahibmu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, kemudian kamu mengharamkannya?"
Mendadak Adi bin Hatim sadar, dan ngaku salah, kemudian bertaubat. Lalu ia campakkan kalung salib itu.
Say "No" to Madaniyah Khas yang Bukan Islam
Kisah tersebut selaras dengan kaidah syara’ yang berbunyi, Al-ashlu fil asy-yaa’ al-ibaahah, maalam yarid Daliilut-Tah-rim. Artinya, hukum asal suatu benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Kalau soal perbuatan jahat yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan madaniyah amm, itu hukumnya tergantung perbuatannya. Lihat dulu fakta kasusnya. Kasus apapun. Karena memang hukum asal perbuatan manusia itu terikat dengan hukum syara' (Al-ashlu fil af'al at-taqoyyadu bi al-hukmi asy syari'iy).
Dan selaras pula dengan hadits yang Rasulullah sampaikan, "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud). [@aiza]
Wallahu 'Alam...