Sabtu, 31 Agustus 2019

BERAPA LAMA PEMAKAN RIBA MASUK NERAKA?

By: Ustadz H. Dwi Condro Triono, Ph.D


Hasil gambar untuk haramnya riba

Di depan forum para pengusaha, saya biasa melemparkan pertanyaan: “Siapa di antara bapak ibu sekalian yang BELUM PERNAH mengambil RIBA, tolong tunjuk jari...!”.

Biasanya pertanyaan itu saya ulang-ulang. Apa hasilnya? 

Tidak ada satupun yang tunjuk jari..

Apa maknanya? 

Berarti benar apa yang disabdakan Rasul SAW. 
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ
“Sungguh akan datang pada suatu masa, (ketika) semua manusia akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah,  dan Abu Dawud).

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: sudah tahu bahwa riba itu HARAM, tetapi mengapa masih mengambil riba? 

Apa kira-kira jawabannya?

Sangat mengagetkan. Jawabnya adalah: “Haram-haram sedikit kan nggak apa-apa...?”. Betul tidak?

Nah, agar tidak ada jawaban seperti itu lagi, maka kita perlu lebih serius untuk menghitung-hitung, BERAPA LAMA orang yang mengambil riba itu akan masuk neraka?

Sebagaimana telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya, bagi para pemakan riba yang masih meyakini bahwa riba itu HARAM hukumnya, maka dia tidak akan masuk neraka selama-lamanya. 

Lantas, akan masuk neraka berapa lama?

Untuk dapat membuat SIMULASI hitungan-nya, mari kita lihat dulu penjelasan Hadits tentang dosa riba bagi para pelakunya. 

Rasulullah SAW bersabda:

 دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu riba), maka itu lebih berat daripada tiga puluh enam kali berzina”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani). 

Ancaman bagi pelaku riba itu sangat mengerikan.!

Satu dirham dari riba, dosanya lebih berat dari berzina, bahkan lebih berat dari 36 kali berzina.!

Padahal kita sudah faham bahwa berzina itu adalah dosa yang sangat besar. 

Satu dirham itu sekitar 3 gram perak. Sedangkan 1 gram perak itu (untuk harga yang murah) setara dengan 20 ribu rupiah. 

Berarti, 1 dirham itu sekitar 60 ribu rupiah. Lantas, berapa lama dia akan disiksa di neraka?

Marilah kita buat SIMULASINYA. 

Misalnya seseorang mengambil kredit rumah tipe 36 melalui Bank konvensional dengan aqad utang-piutang yang ada tambahan bunganya (baca: riba), sebesar 10 % (untuk mempermudah, misalnya dengan menggunakan bunga tetap). 

Harga rumah tipe 36 yang murah adalah 200 juta, jika dibeli dengan pembayaran tunai. Jika membelinya dengan kredit selama 10 tahun, maka bunganya: (10% X 200 juta) 10 tahun = 200 juta rupiah.

Berapa lama akan masuk neraka? 

Cara menghitungnya: 200 juta dibagi 60 ribu (nilai 1 dirham) dikalikan 36 kali berzina.

Nah, berapa lama orang yang berzina akan di siksa di neraka? 

Jika kita menggunakan perbandingan “relativitas waktu” menurut Al-Qur’an, yaitu dalam Surat Al-Ma’arij ayat 4:

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ﴿٤﴾
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun (dunia)” (QS. Al-Ma’arij: 4).

Menurut ayat di atas, perbandingan 1 hari akherat itu sama dengan 50 ribu tahun dunia. 

Untuk memperkuat pemahaman di atas, kita juga dapat melihat  penjelasan dari Rasulullah SAW berkaitan dengan perbandingan lamanya hidup di dunia ini dengan di akherat. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يُؤَدِّي حَقَّهُ إِلَّا جُعِلَ صَفَائِحَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَيْنَ عِبَادِهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ ثُمَّ يُرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ (أحمد)

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun pemilik simpanan yang tidak menunaikan haknya (mengeluarkan hak harta tersebut untuk dizakatkan) kecuali Allah akan menjadikannya lempengan-lempengan timah yang dipanaskan di neraka jahanam, kemudian kening dan dahi serta punggungnya disetrika dengannya, hingga Allah SWT berkenan menetapkan keputusan di antara hamba-hambaNya, pada hari yang lamanya mencapai lima puluh ribu tahun yang kalian perhitungkan (berdasarkan tahun dunia). (Baru) setelah itu ia akan melihat jalannya, mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka.” (HR Ahmad 15/288).

Dengan demikian, jika diasumsikan bermaksiyat di dunia ini, yaitu melakukan perzinaan 1 kali di dunia, akan disiksa di dalam neraka selama 50 ribu tahun, maka berapa lama orang yang mengambil riba seperti di atas itu akan di siksa di neraka? Jawabnya adalah: [ (200 juta / 60 ribu) X 36 ] X 50 ribu tahun = 6 milyar tahun...!

Masya Allah...! 

Hanya mengambil kredit rumah tipe 36 saja harus disiksa di neraka selama 6 milyar tahun...? 

Na’udzubillahi min dzalik...!

Jumat, 30 Agustus 2019

SEPUTAR MOTOR AC DAN MOTOR DC

PERSAMAAN MOTOR AC DAN DC 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa motor AC maupun motor DC sama-sama bekerja dengan menggunakan energi listrik. Ya, motor AC dan motor DC sama-sama berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa putaran. Dua jenis motor tersebut juga punya bagian stator dan rotor.
Bagian rotor dan stator memiliki fungsi yang sama pada kedua jenis motor listrik, baik AC maupun DC. Kedua jenis motor listrik tersebut juga sama-sama bekerja dengan menggunakan prinsip induksi elektromagnetik. Selain itu motor AC dan DC juga sama-sama sering digunakan untuk aplikasi elektronika.


PERBEDAAN MOTOR AC DAN DC

Setelah anda tahu beberapa persamaan antara motor DC dengan motor AC, selanjutnya kita bahas perbedaannya. Ada beberapa hal mencolok yang membedakan antara motor AC dan juga motor DC. Berikut daftar beberapa perbedaan antara motor DC dengan motor AC yang perlu anda ketahui.
  • Supply listrik yang dibutuhkan oleh dua jenis motor tersebut berbeda. Motor AC membutuhkan supply listrik bolak-balik, sedangkan motor DC membutuhkan supply listrik searah.
  • Pada umumnya motor AC digunakan untuk penggerak dengan torsi rendah seperti motor, kompresor, dan pompa. Sedangkan motor DC digunakan untuk penggerak dengan torsi tinggi seperti katrol, derek, hingga mesin bubut
  • Motor DC memiliki komutator, sedangkan motor AC tidak, karena motor AC menggunakan slippring
  • Kecepatan motor AC lebih sulit dikendalikan, karena memerlukan inverter. Apabila kecepatan motor AC menurun, pasokan dayanya juga ikutmenurun. Sedangkan motor DC lebih mudah dikendalikan, tanpa perlu inverter, dan tidak mempengaruhi kualitas pasokan daya yang dimilikinya. 

          
                             Hasil gambar untuk motor ac dan dc


PRINSIP KERJA MOTOR AC

Motor arus bolak-balik (motor AC) ialah suatu mesin yang berfungsi  mengubah tenaga listrik arus bolak-balik (listrik AC) menjadi tenaga gerak atau tenaga mekanik berupa putaran daripada rotor. Motor listrik arus bolak-balik  dapat dibedakan atas beberapa jenis. Seperti pada motor DC pada motor AC, arus dilewatkan melalui kumparan, menghasilkan torsi pada kumparan. Sejak saat itu bolak, motor akan berjalan lancar hanya pada frekuensi gelombang sinus. Hal ini disebut motor sinkron. Lebih umum adalah motor induksi, di mana arus listrik induksi dalam kumparan berputar daripada yang diberikan kepada mereka secara langsung.

Salah satu kelemahan dari jenis motor AC adalah arus tinggi yang harus mengalir melalui kontak berputar. Memicu dan pemanasan pada kontak-kontak dapat menghabiskan energi dan memperpendek masa pakai motor. Dalam motor AC umum medan magnet yang dihasilkan oleh elektromagnet didukung oleh tegangan AC sama dengan kumparan motor. Kumparan yang menghasilkan medan magnet yang kadang-kadang disebut sebagai "stator", sedangkan kumparan dan inti padat yang berputar disebut "dinamo". Dalam motor AC medan magnet sinusoidal bervariasi, seperti arus dalam kumparan bervariasi.

          Hasil gambar untuk jelaskan perbedaan motor ac dan dc


PRINSIP KERJA MOTOR DC
Motor arus searah merupakan salah satu mesin listrik yang mengubah energi listrik searah menjadi energi gerak. Motor arus searah banyak sekali dipakai, motor-motor kecil untuk aplikasi elektronik menggunakan motor arus searah seperti: pemutar kaset, pemutar piringan magnetik di harddisk komputer, kipas pendingin komputer, dan tentu saja mainan legendaris ‘tamiya’ menggunakan motor arus searah. Tentu saja untuk keperluan-keperluan yang berdaya besar, motor arus searah masih dipakai pada aplikasi tertentu.
Gerak atau putaran yang dihasilkan oleh motor arus searah diperoleh dari interaksi dua buah medan yang dihasilkan oleh bagian ‘jangkar‘ (armature) dan bagian ‘medan‘ (field) dari motor arus searah. Pada gambar ilustrasi diatas, bagian medan berbentuk suatu kumparan yang terhubung ke sumber arus searah. Sedangkan bagian jangkar ditunjukkan sebagai magnet permanen (U-S), bagian jangkar ini tidak harus berbentuk magnet permanen, bisa juga berbentuk belitan yang akan menjadi elektro-magnet apabila mendapatkan sumber arus searah. Sehingga apabila motor arus searah kita berjenis jangkar belitan, maka kita harus menyediakan dua sumber arus searah, satu untuk bagian jangkarnya, satu lagi untuk bagian medannya. Bagian lain yang tidak kalah penting pada motor arus searah adalah adanya ‘komutator’ (comutator). Komutator merupakan suatu konverter mekanik yang membuat arus dari sumber mengalir pada arah yang tetap walaupun belitan medan berputar. Komutator berpasangan dengan ‘cincin belah‘ (slip-rings) untuk menjalankan tugas yang saya sebut baru saja. Pada gambar ilustrasi diatas, gambar lingkaran yang dibagi menjadi dua buah dan terhubung ke bagian belitan medan merupakan cincin belah yang saya maksud. Bagian yang digambarkan berbentuk kotak menempel pada cincin belah tersebut yang dinamakan komutator. Tentu saja pada aplikasi yang sebenarnya, jumlah cincin belah tidak hanya dua dan terhubung ke sejumlah banyak belitan medan.

Sekarang bagaimana putaran dapat dihasilkan??  
             
Untuk menjawab ini, tentu saja kita harus ingat aturan tangan kanan bahwa gaya, medan magnet, dan arus membentuk suatu sumbu tiga dimensi seperti ditunjukkan di gambar sebelumnya. Semua setuju bahwa medan magnet berarah dari kutub Utara (N) ke kutub Selatan (S), sehingga di gambar yang atas seharusnya ada medan magnet yang berarah dari N ke S. Interaksi adanya arus dan medan magnet dengan menggunakan aturan tangan kanan mengakibatkan munculnya gaya. Pada gambar yang atas, dapat dicoba sendiri, di konduktor yang dekat dengan kutub S akan muncul gaya ke arah atas, sebaliknya pada konduktor yang dekat dengan kutub N akan muncuk gaya ke arah bawah. Akibatnya bagian medan akan berputar karena adanya dua gaya yang berlawanan arahnya. Setelah satu putaran maka konduktor yang tadinya dekat dengan kutub S akan berpindah dekat ke kutub N, dan juga sebaliknya. Akibat adanya pasangan cincin belah-komutator, arus akan mengalir dengan arah yang tetap, walaupun konduktornya berganti, sehingga gaya pada titik tersebut akan selalu tetap arahnya. Begitu seterusnya sehingga motor arus searah akan berputar pada arah yang tetap. Secara sederhana, apabila sumber arus searahnya kita balik arahnya maka putaran yang dihasilkan akan berlawanan arah.

HUKUM MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI BAGI UMAT ISLAM

By: KH. M. Shiddiq Al-Jawi

   Hasil gambar untuk tahun baru 2020

Perayaan tahun baru Masehi (new year’s day, al-ihtifal bi rasi as-sanah) bukan hari raya umat Islam, melainkan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Penetapan 1 Januari sebagai tahun baru yang awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM), diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus Gregorius XII tahun 1582. Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com) 

Bentuk perayaannya di Barat bermacam-macam, baik berupa ibadah seperti layanan ibadah di gereja (church servives), maupun aktivitas non-ibadah, seperti parade/karnaval, menikmati berbagai hiburan (entertaintment), berolahraga seperti hockey es dan American football (rugby), menikmati makanan tradisional, berkumpul dengan keluarga (family time), dan lain-lain. (www.en.wikipedia.org)
Berdasarkan manath (fakta hukum) tersebut, haram hukumnya seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi.

Dalil keharamannya ada 2 (dua);

Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffaar).

Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yaadihim).

Dalil umum yang mengharamkan menyerupai kaum kafir antara lain firman Allah SWT :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقُولُوا۟ رَٰعِنَا وَقُولُوا۟ ٱنظُرْنَا وَٱسْمَعُوا۟ ۗ وَلِلْكَٰفِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah [2] : 104).

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan dan perbuatan mereka. Karena orang Yahudi menggumamkan kata ru’uunah (bodoh sekali) sebagai ejekan kepada Rasulullah SAW seakan-akan mereka mengucapkan raa’inaa (perhatikanlah kami). (Tafsir Ibnu Katsir, 1/149).

Ayat-ayat yang semakna ini banyak, antara lain QS. Al-Baqarah: 120; QS. Al-Baqarah: 145; QS Ali ‘Imran: 156; QS. Al-Hasyr: 19; QS. Al-Jatsiyah: 18-19; dll (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 12/7; Wail Zhawahiri Salamah, At-Tasyabbuh Qawa’iduhu wa Dhawabituhu, hlm. 4-7; Mazhahir At-Tasyabbuh bil Kuffar fi Al-‘Ashr Al-Hadits, hlm. 28-34).
Dalil umum lainnya sabda Rasulullah SAW :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 5/20; Abu Dawud no. 403). Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 10/271).
Hadits tersebut telah mengharamkan umat Islam menyerupai kaum kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim), seperti aqidah dan ibadah mereka, hari raya mereka, pakaian khas mereka, cara hidup mereka, dll. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 12/7; Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As-sunnah An-Nabawiyyah, hlm. 22-23).

Selain dalil umum, terdapat dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir.
Dari Anas RA, dia berkata :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Dahulu kaum jahiliyyah mempunyai dua hari raya setiap tahun untuk bermain-main (bersenang-senang). Maka ketika Nabi SAW datang ke kota Madinah, Rasulullah SAW bersabda, “Dahulu kalian punya dua hari raya untuk bermain-main pada dua hari itu dan sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”” (HR. Abu Dawud, no. 1134)
Hadits ini dengan jelas telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir. (Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As-Sunnah An-Nabawiyyah, hlm. 173).

Berdasarkan dalil-dalil di atas, haram hukumnya seorang muslim merayakan tahun baru, misalnya dengan meniup terompet, menyalakan kembang api, menunggu detik-detik pergantian tahun, memberi ucapan selamat tahun baru, makan-makan, dan sebagainya. Semuanya haram karena termasuk menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffaar) yang telah diharamkan Islam. Wallahu a’lam.[] 

Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 118

HUKUM MENYEWAKAN LAHAN PERTANIAN

By: KH Hafidz Abdurrahman

   Hasil gambar untuk lahan pertanian

Pemilik tanah pertanian tidak dibolehkan menyewakan tanah pertaniannya untuk bercocok tanam maupun ditanami pohon. Karena kedua-duanya termasuk dalam pengertian muzara’ah. Hukumnya dinyatakan haram dengan tegas oleh syara’.

Dalilnya adalah sejumlah hadits yang menyatakan larangan menyewakan tanah. Antara lain, hadits yang dinyatakan dalam Sunan an-Nasa’i, “Rasulullah saw telah melarang untuk menyewakan tanah. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, jika kami menyewakannya dengan imbalan biji-bijian?” Baginda SAW menjawab, “Tidak boleh.” Ada yang bertanya lagi, “Jika kami menyewakannya dengan imbalan jerami?” Baginda SAW menjawab, “Tidak boleh.” Ada yang bertanya lagi, “Jika kami menyewakannya dengan imbalan hasil tanaman yang ditanam di sungai kecil.” Baginda SAW menjawab, “Tidak boleh. Tanamilah, atau serahkan kepada saudaramu.” [HR An-Nasa’i]

Dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah ra, berkata, Nabi SAW bersabda, “Siapa saja yang mempunyai sebidang tanah [pertanian], maka hendaknya menanaminya, atau memberikannya kepada saudaramu. Jika dia tidak mau [seperti itu], maka hendaknya dia menahan tanahnya.” Dalam riwayat lain, dari Jabir, “Rasulullah saw. melarang Muhaqalah, Muzabanah, dan Mukhabarah.” [HR Muslim]

Makna, “Maka hendaknya, dia menahan tanahnya.” adalah untuk ditanami sendiri. Itulah yang dimaksud oleh konteks kalimat ini. Karena itu, keharaman menyewakan lahan ini jelas dinyatakan dengan tegas dalam sejumlah hadits.

Mengenai dalil-dalil yang menyatakan kebolehannya, antara lain, yang digunakan oleh mazhab Syafii, “Kami menggunakan penduduk Khaibar untuk mengerjakan tanah perkebunan Khaibar, dengan upah tanaman maupun buah-buahan.” Yang memberi peluang kedua-duanya bisa dilakukan, yaitu Muzara’ah dan Musaqat, maka membawa hadits tersebut pada konotasi Musaqat jelas lebih kuat, karena adanya riwayat lain yang dinyatakan oleh ‘Aisyah ra, bahwa Nabi SAW memberikan hasil panen dari tanah Khaibar kepada para istrinya berupa buah-buahan.

Karena itu, makna musaqat, lebih kuat dibanding makna muzara’ah. Dengan kata lain, menggunakan makna musaqat adalah bentuk penggunaan dalil [istidlal] dengan dalil, bukan istidlal dengan syubhat dalil. Sedangkan menggunakan konotasi muzara’ah, dalam konteks ini, adalah bentuk istidlal dengan syubhat dalil. Perlu dicatat, syubhat dalil itu kadang berupa dalil Alquran dan as-Sunnah, tetapi dalalah yang digunakan adalah dalalah yang marjuhah [lemah], bukan dalalah yang rajihah [kuat].

Adapun larangan menyewakan lahan untuk pertanian tersebut meliputi dua konteks. Pertama, lahan tersebut digunakan untuk bertani [muzara’ah], yang ditanami tanaman yang tidak mempunyai pohon. Kedua, lahan tersebut digunakan untuk perkebunan [tasyjir], juga tidak boleh.

Mengenai kebolehan musaqat, dijelaskan oleh al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin, dalam nasyrah [21/12/1969], bahwa musaqat adalah melakukan akad ijarah terhadap pohon dengan upah berupa buahnya, atau menyewakan pohon berikut tanah yang digunakan untuk tumbuh, dengan upah sebagian dari buahnya, atau tanaman [zuru’], dengan syarat, jumlah pohonnya lebih banyak. Adapun menyewakan tanah untuk ditanami pohon, maka ini termasuk muzara’ah, bukan musaqat. Karena itu, tetap tidak dibolehkan.

Karena itu, tidak diperbolehkan memberikan tanah pertanian untuk disewa orang lain, agar dia tanami dengan pohon. Yang boleh adalah, seorang pemilik tanah menanami sendiri tanahnya dengan pepohonan dan tanaman yang lainnya, kemudian diijarahkan dengan orang lain yang mengurusnya, dengan upah berupa buah yang dihasilkannya. Inilah yang disebut musaqat. Wallahu a’lam. [] har

Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 235

BAGAIMANA ISLAM MEMANDANG ADAT ISTIADAT

By: KH Hafidz Abdurrahman


   Hasil gambar untuk adat istiadat

Adat istiadat adalah produk pemikiran. Hanya saja, tidak dalam bentuk materi, tetapi nonmateri. Karena itu adat istiadat adalah sebagian dari peradaban (hadhârah), bukan produk materi (madaniyyah).

Sebagai produk pemikiran, adat istiadat lahir atau terpancar dari akidah tertentu. Karena itu, ketika adat istiadat itu tidak bertentangan, atau sesuai dengan syariah Islam, tidak boleh serta merta didakwa sebagai sebagian dari Islam. Sebab, adat istiadat tersebut lahir atau terpancar dari akidah lain. Bukan dari akidah Islam.

Memang ada sebagian fuqaha’ menjadikan adat-istiadat (al-‘âdat) dan konvensi (al-‘urf) sebagai dalil. Alasannya, karena Allah SWT memerintahkan:

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ

“Jadilah pemaaf, suruhlah orang mengerjakan yang makruf dan jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (TQS. al-A’raf [7]: 199).

Frasa, “wa’mur bi al-urf” (suruhlah mengerjakan berdasarkan kebiasaan) ini mereka gunakan sebagai justifikasi. Mereka menjustifikasi konotasi ini dengan beberapa masalah fikih, yang mereka dakwa, ditetapkan berdasarkan penggunaan konvensi (‘urf). Bahkan, mereka juga mendakwa bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah mengakui sejumlah konvensi dan adat istiadat. Karena itu, bagi mereka adat istiadat dan konvensi itu merupakan dalil syariah.

Mengenai TQS al-A’raf ayat 119 di atas, yang mereka gunakan untuk menjustifikasi adat istiadat sebagai dalil, jelas keliru.

Alasannya: Pertama, ayat yang mereka dakwa sebagai dalil syariah ini sebenarnya tidak ada relevannya dengan adat istiadat atau konvensi. Ayat ini merupakan ayat Makkiyah. Diturunkan sebelum Nabi saw. hijrah ke Madinah.

Makna ayat ini adalah, “Ambillah perbuatan, akhlak masyarakat, dan apa saja yang datang dari mereka, yang dibenarkan untukmu (Muhammad). Kamu pun mudah (berinteraksi) dengan mereka, tanpa beban. Kamu tidak meminta jerih payah dari mereka, dan apa saja yang boleh memberatkan mereka, sehingga mereka lari.”

Mengenai perintah, “wa’mur bi al-‘urfi” maknanya adalah perintahkanlah perbuatan baik. ‘Urf di sini konotasinya adalah al-ma’rûf (perbuatan yang terpuji). Adapun dakwaan bahwa Nabi saw. telah mengakui adat-istiadat, atau konvensi, maka ini juga tidak boleh dijadikan dalil untuk menjadikan adat-istiadat atau konvensi sebagai dalil. Yang perlu dijadikan sebagai dalil adalah pengakuan Nabi saw. itu sendiri. Dengan kata lain, dalilnya bukan adat istiadat atau konvensi, tetapi hadis Nabi saw.

Kedua, konvensi (‘urf) adalah perbuatan yang dilakukan terus-menerus. Jika dilakukan oleh individu disebut adat istiadat (al-‘âdat). Jika dilakukan oleh komunitas atau kelompok disebut konvensi [al-‘urf]. Semua perbuatan ini perlu dilaksanakan berdasarkan syariah Islam. Ini karena setiap Muslim wajib melaksanakan perbuatannya mengikuti perintah dan larangan Allah SWT. Syariahlah yang mesti dijadikan patokan adat istiadat atau konvensi. Bukan sebaliknya. Adat-istiadat atau konvensi tidak boleh dijadikan baik sebagai dalil maupun kaidah syariah.

Ketiga, kadangkala adat-istiadat atau konvensi tersebut menyalahi syariah, kadangkala tidak. Jika adat-istiadat atau konvensi menyalahi syariah, maka syariah datang untuk membersihkan atau mengubahnya.

Hal ini karena di antara tugas syariah adalah mengubah adat istiadat atau konvensi yang rusak, bukan memeliharanya. Jika adat-istiadat atau konvensi tersebut tidak menyalahi syariah, maka hukumnya ditetapkan berdasarkan dalil dan ‘illat syariah, bukan berdasarkan adat istiadat atau konvensi tersebut. Syariahlah yang menjadi dasar kepada adat istiadat atau konvensi. Bukan sebaliknya.

Keempat, adat istiadat atau konvensi tidak memiliki akar [ushûl], baik dalam Alquran, Sunah, maupun Ijmak Sahabat. Karena itu adat istiadat atau konvensi tersebut sama sekali tidak mempunyai nilai sebagai dalil syariah. Ini karena, apapun tidak diakui sebagai dalil syariah, kecuali dinyatakan oleh Alquran dan Sunah.

Kelima, adat istiadat atau konvensi itu ada yang baik (hasan), dan ada yang tidak (qabîh). Adat istiadat atau konvensi yang tidak baik, pasti tidak diakui. Lalu apa yang membedakan antara adat istiadat atau konvensi yang hasan dan qabîh? Akal atau syariah?

Jika akal yang digunakan untuk membedakan hasan dan qabîh, maka pasti tidak mampu, karena tidak boleh menjangkau apa yang ada di balik hasan dan qabîh tersebut, yaitu pujian dan celaan (al-madh wa ad-dzam) atau pahala dan dosa (ats-tsawâb wa al-‘iqâb). Jika akal tetap dipaksakan untuk memutuskan, maka hasilnya akan mematikan dan kacau. Karena itu keputusannya mesti diserahkan pada syariah, bukan pada akal.

Keenam, mengenai konvensi yang menjadi istilah (al-ishthilâh) dan patokan (at-taqdîr) dalam masyarakat, maka istilah adalah penggunaan nama-nama untuk objek tertentu, baik yang kemudian dikenal dengan makna hakiki menurut bahasa (haqîqah lughawiyyah), konvensi (haqîqah ‘urfiyyah), atau makna hakiki menurut syariah (haqîqah syar’iyyah), semuanya ini merupakan istilah. Sebagai contoh, penggunaan kata fi’il, fâ’il, maf’ûl di kalangan ulama nahwu adalah istilah. Kata salat, shaum, zakat, haji, dan jihad adalah juga istilah yang digunakan syariah.

Adapun patokan (taqdîr) yang digunakan di tengah masyarakat, maka yang diakui adalah apa yang dinyatakan oleh nas. Yang tidak dinyatakan oleh nas tidak diakui. Selain itu, istilah dan patokan ini bukan merupakan adat-istiadat dan konvensi, sebagaimana yang mereka maksud.

Ketujuh, mengenai sejumlah hukum yang didakwa menggunakan adat istiadat atau konvensi sebagai dalilnya, maka ada dua kemungkinan:

Pertama, hukumnya benar, tetapi salah dalam penggunaan dalilnya.

Misalnya, teman yang bertamu di rumah temannya, dia dibolehkan makan makanan temannya. Dalilnya bukan adat istiadat atau konvensi, melainkan TQS an-Nur [24]: 41. Makan buah yang jatuh dari pohon dibolehkan, bukan karena adat istiadat atau konvensi, melainkan kerana Hadis Nabi saw. yang membolehkan memakannya. Diamnya anak gadis yang menandakan persetujuannya untuk dinikahkan dengan lelaki juga bukan karena adat istiadat atau konvensi, melainkan karena Hadis Nabi saw.

Kedua, hukum dan dalilnya salah.

Misalnya, ketika seorang istri yang sudah ditiduri suaminya, lalu dia mendakwa suaminya belum membayar sedikit pun maharnya, kemudian dia menuntut agar seluruh maharnya dibayarkan, maka dakwaan seperti ini tidak boleh diikuti. Sebaliknya, hakim wajib menolaknya, jika adat istiadat atau konvensi penduduk dalam pernikahan, biasanya tidak dinikahkan kecuali dengan dibayarkan maharnya.

Dengan begitu, adat istiadat atau konvensi tersebut boleh dijadikan dalil hukum syariah. Dalam konteks ini, kesalahannya ada pada hukum dan dalilnya, karena hak (mahar) tidak boleh digugurkan dengan menggunakan perbahasan adat-istiadat atau konvensi.

Semestinya, dakwaan istri terhadap suaminya tadi wajib didengarkan, jika memang terbukti belum dibayar, maka perlu dihukum sebagaimana haknya, tanpa melihat adat-istiadat atau konvensi.

Semua ini membuktikan bahwa adat-istiadat atau konvensi itu tidak boleh dijadikan dalil hukum syariah. Adat-istiadat atau konvensi juga tidak layak dijadikan sebagai kaidah syariah. Kerana kaidah syariah adalah hukum kulli (menyeluruh), atau hukum ‘âm (umum).

Adapun adat-istiadat atau konvensi bukan merupakan hukum kulli, juga bukan hukum ‘âm kerana tidak memiliki sebahagian (juz’iyyât) dan rincian (afrâd).

Mengenai adat istiadat atau konvensi penduduk Madinah, yang dijadikan dalil oleh Imam Malik, maka ditegaskan oleh Dr. Said Ramadhan al-Buthi, dalam kitabnya, Dhawâbith al-Mashlahah, bahawa adat-istiadat atau konvensi penduduk Madinah yang boleh dijadikan sebagai dalil, disyaratkan tidak menyalahi hukum syariah.

Meski demikian, penulis berpendapat, kalau pun adat istiadat atau konvensi penduduk Madinah dijadikan dalil, sebenarnya bukan karena adat istiadat atau konvensi itu sendiri, tetapi karena dalil yang menjadi dasar adat istiadat atau konvensi tersebut. Dengan anggapan, Nabi saw. hidup bersama para sahabat di Madinah selama 10 tahun. Baginda melihat, mendengar, mengakui apa yang mereka lakukan di depan beliau. WalLâhu a’lam. [MN]

10 CARA MENGATUR KEUANGAN KELUARGA YANG BAIK DAN BENAR


By: Amaniyah



Agar finansial bisa terjaga dengan baik tentunya setiap istri harus bisa mengatur keuangan rumah tangga secara cermat. Entah yang bergaji besar ataupun kecil, tetap saja manajemen uang itu penting. Apabila gaji besar tidak dikelola dengan benar maka efeknya Anda jadi sulit berhemat. Begitupun dengan gaji kecil, apabila pengeluarannya tidak diatur maka bisa-bisa Anda terjerat utang. Dan kalau sampai itu terjadi, bila keuangan Anda berantakan maka akibatnya Anda jadi susah mengatur masa depan. Tentunya Anda tak ingin begitu, kan?

Nah, berikut ini 10 cara mengatur keuangan rumah tangga yang baik dan benar untuk Anda pelajari dan praktikkan.

1. Anggarkan Biaya Bulanan dengan Cermat

Tips pertama, agar keuangan rumah tangga tidak berantakan, pastikan Anda mengaggarkan biaya bulanan dengan cermat. Ingat ya, jangan asal mengeluarkan uang begitu saja tanpa perhitungan. Itu bisa membuat Anda jadi boros. Catat kebutuhan perbulan yang Anda perlukan. Mulai dari sembako, kebutuhan mandi, listrik, PDAM, pulsa, jatah liburan, dan yang lainnya. Kemudian perkirakan berapa total dari kebutuhan tersebut. Misalnya saja, tota sekitar Rp 2 juta. Maka jadikan itu target, dan pastikan anggaran bulanan Anda tidak melebihi nominal tersebut. Atau paling tidak, lebih kurang dikitlah.

2. Alokasikan Dana untuk Keperluan Darurat

Selain mengaggarkan uang untuk jatah bulanan, Anda juga perlu mengalokasikan dana sebagai kebutuhan darurat. Misalnya bila anak mendadak sakit, saluran air rusak, lampu kamar padam, atau terjadi hal-hal tak terduga lainnya. Sebaiknya budget untuk kebutuhan darurat ini tidakdicampuradukan dengan belanja bulanan. Sebab jika itu yang Anda lakukan maka bisa-bisa keuangan jadi kacau. Buatlah budget tersendiri antara uang bulanan dengan uang darurat. Bila perlu, sediakan juga dana kebutuhan ekstra untuk hiburan. Misalnya untuk shopping, berwisata, makan di luar, dan kesenangan lainnya.

3. Belajarlah untuk Menabung

Cara mengatur keuangan rumah tangga berikutnya, agar Anda tidak boros maka belajarlah untuk menabung. Enggak harus langsung menabung dengan nominal besar, kok! Biarpun uang yang Anda tabung jumlahnya kecil (misalnya Rp 2.000 s.d Rp 10.000 per hari), itu enggak apa-apa. Bila Anda menabungnya secara rutin pasti lama-kelamaan juga bakal banyak. Adapun cara menabungnya, Anda bisa menyisihkan uang dari jatah belanja harian atau anggaran bulanan bila ada lebihnya. Selain itu, bisa pula diambil dari uang jajanan Anda dari suami.

4. Usahakan Memasak Sendiri, Batasi Jajan di Luar

Anda tidak akan pernah bisa mengatur keuangan rumah tangga dengan baik bila terus-menerus jajan makanan di luar. Kalau sesekali sih, boleh-boleh saja! Tapi jangan keseringan. Sebab makanan luar itu harganya dominan mahal, lho! Bahkan selisihnya cukup jauh daripada memasak sendiri di rumah. Jika Anda memasak, Anda hanya perlu membeli bahan-bahan mentah yang harganya cenderung murah. Kemudian diolah sendiri, pastinya lebih terjangkau dan terjamin kebersihannya.

5. Jangan Terlalu Sering Shopping, Apalagi untuk Barang yang Tidak Perlu

Semenjak marak keberadaan toko online, bisa dilihat semakin banyak orang yang tergila-gila untuk belanja. Khususnya para wanita nih! Mereka yang malas keluar rumah, cukup mengecek barang-barang lewat ponsel. Apabila ada yang disukai, lalu klik. Beli dan transfer. Udah deh, selesai!

Mudah banget, kan? Yang jadi masalah, kemudahan tersebut kerap disalahgunakan membuat orang-orang jadi ketagihan berbelanja. Bahkan hingga menjadi kebiasaan. Tentunya itu enggak baik, sebab kebiasaan berbelanja bisa menguras uang dengan cepat. Jika Anda punya kebiasaan shopping, maka segera hentikan. Anda harus bisa mengendalikannya. Apalagi untuk barang-barang yang enggak diperlukan, sebaiknya jangan dibeli kecuali untuk kebutuhan darurat.

6. Terapkan Peraturan Hemat Listrik.

Trik berikutnya untuk mengatur keuangan rumah tangga yakni dengan menghemat pemakaian listrik di rumah. Listrik ini memang sangat penting dan enggak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Rasanya hampir semua peralatan di rumah membutuhkan listrik. Mulai dari pemakaian lampu, pompa air, rice cooker, televisi, AC, kipas angin, kulkas, laptop sampai ponsel pun butuh listrik.

Jika Anda tidak bisa mengatur pemakaiannya dengan baik, bisa-bisa tagihan listrik Anda jadi membengkak dan membebani anggaran bulanan. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, maka Anda perlu menetapkan peraturan hemat listrik di rumah. Caranya bisa dengan meminimalisasi penggunaan lampu, beli kulkas yang hemat listrik, jangan gunakan peralatan elektronik yang berdaya besar secara bersamaan, dan jangan lupa cabut kabel yang tidak digunakan.

7. Lakukan Pekerjaan Sampingan yang Tidak Butuh Modal Besar

Bagi Anda ibu rumah tangga yang memiliki waktu senggang, tak ada salahnya mencoba bisnis sampingan untuk menambah penghasilan. Pilih saja bisnis yang mudah dan tidak membutuhkan modal besar. Misalnya bisnis toko online, dropshipper, jadi pengemudi transportasi online, atau jadi penulis lepas. Bisa pula buka usaha kuliner seperti jualan jus, jajanan atau kue-kue, dan sebagainya.

Yang penting, Anda coba saja dulu. Tidak apa-apa walaupun omzetnya gak terlalu besar. Asalkan Anda tidak rugi. Sebab yang namanya bisnis itu butuh proses. Anda harus terus mencoba dan bekerja keras. Bila pada akhirnya bisnis Anda berjalan lancar, maka itu bisa sangat membantu keuangan rumah tangga menjadi lebih stabil.

8. Pertimbangkan untuk Investasi

Jika Anda memiliki simpanan uang lebih, Anda bisa memanfaatkannya sebagai dana untuk investasi. Ini merupakan ide cermelang yang dapat membantu keuangan Anda di masa depan. Adapun bentuk investasi yang Anda pilih, sebaiknya sesuaikan saja dengan budget yang Anda miliki. Anda bisa berinvestasi membeli emas, atau investasi properti seperti beli rumah atau ruko. Bisa pula investasi bisnis dengan membuka resto, cafe, dan sebagainya.

Yang terpenting, usahakan jangan sampai berutang ya. Entah itu utang dari bank, rentenair, atau siapa pun. Itu enggak usah dilakukan. Anda cukup menyisihkan gaji bulanan untuk dianggarkan sebagai dana investasi. Bila Anda bersungguh-sungguh, maka Anda pasti dapat mewujudkannya. Yakin deh!

9. Tulis Sirkulasi Keuangan Anda Secara Rinci

Tips selanjutnya untuk mengatur keuangan rumah tangga agar tidak berantakan, sebaiknya Anda catat sirkulasi keuangan secara rinci pada sebuah buku. Mulai dari pemasukan, pengeluaran, saldo, dan segala bentuk anggaran catatlah dengan sedetail mungkin. Dengan begitu, keuangan Anda juga bisa terpantau dengan baik. Adapun cara pencatatannya agar mudah dimengerti, sebaiknya susun dalam bentuk tabel seperti aturan pembukuan akutansi. Jika Anda bingung, Anda bisa mencari contohnya di internet.

10. Sebisa Mungkin, Hindari Berutang

Tips terakhir untuk menjaga keuangan rumah tangga agar stabil, sebisa mungkin hindarilah berutang. Jangan katakan bahwa Anda hanya berutang sedikit. Walau hanya 50 ribu, tetap saja itu tidak baik, lho! Mungkin pada awalnya Anda pinjam uang sedikit, tapi lama-kelamaan bisa menjadi kebiasaan. Dan apabila utang Anda udah menumpuk, itu malah membuat Anda semakin terpuruk. Maka itu, hindarilah berutang ya! Untuk gaya hidup, sesuaikan saja dengan kondisi perekonomian Anda. Jangan menuruti gengsi ataupun nafsu semata.

Itulah 10 cara mengatur keuangan rumah tangga yang baik dan benar. Semoga bisa bermanfaat dan membantu Anda agar lebih hemat. Selamat mencoba!

Kamis, 29 Agustus 2019

YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMASANGAN PANEL SURYA

Hemat energi menjadi isu yang semakin sering dibicarakan akhir-akhir ini, salah satu cara untuk menerapkannya adalah dengan memasang panel surya yaitu memanfaatkan sinar matahari yang diubah menjadi tenaga listrik. Dengan inovasi terbaru, kini memasang panel surya untuk rumah bukan lagi hal yang sulit dilakukan. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan jika menggunakan energi alternatif tenaga surya, di antaranya adalah mengurangi polusi udara.

Beberapa pembangkit listrik masih menggunakan bahan bakar minyak dan batu bara, yang menghasilkan polusi. Bagi yang sudah memiliki rumah dan sedang mempertimbangkan untuk memasang panel surya, ada beberapa kekurangan dan kelebihan yang perlu dipahami. 

Berikut ini empat hal yang menjadi keuntungan dari memasang panel surya: 

1. Energi gratis
Matahari menyediakan bahan bakar panas yang berfungsi menyalakan sistem komponen elektrik di rumah Anda. Hanya dengan menampung energi panas di siang hari, Anda bisa menyimpan banyak biaya yang digunakan untuk membayar tagihan listrik. 

2. Produksi energi bersih
Berbeda dengan listrik tenaga batu bara atau lainnya, energi tenaga surya digerakkan oleh panas matahari yang tidak mengeluarkan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. 

3. Insentif pemerintah 
Masyarakat kini bisa menjual listrik ke PT PLN (Persero) jika di rumahnya terpasang pembangkit listrik tenaga surya. Program ini dilakukan untuk mendukung pengadaan energi listrik menggunakan tenaga surya. Akan tetapi, kapasitas solar cell tak bisa melebihi daya terpasang dari PLN. Contohnya, jika daya listrik PLN terpasang di rumah ‎sebesar 30.000 watt, maka permohonan pemasangan solar cell tak bisa melebihi daya terpasang tersebut.
 
4. Mengurangi ketergantungan
Dengan memasang panel surya, secara langsung Anda juga telah mandiri dan tidak bergantung lagi kepada PLN untuk menyuplai kebutuhan listrik harian.
Selain beberapa kelebihan di atas, ada juga kekurangan yang bisa menjadi pertimbangan Anda, antara lain: 

Sedangkan 3 hal kekurangannya adalah:

1. Sumber tenaga yang tidak konsisten
Matahari tentu tidak bersinar 24 jam dalam sehari. Pada beberapa rumah yang lokasinya tertutup oleh pohon atau gedung tinggi juga akan kesulitan mendapat sinar matahari yang maksimal.
Bahkan pada musim panas sekalipun, sinar matahari tidak selalu terang. Itu terjadi apabila tertutup oleh awan. Pada saat-saat tertentu, asupan tenaga listrik Anda bisa saja berkurang dan ini menjadi kelemahan utama. 

2. Biaya pemasangan yang besar
Meski banyak kelebihannya, biaya pasang solar cell masih terbilang cukup tinggi. Inilah yang membuat banyak orang berpikir puluhan kali sebelum yakin memasang instalasi panel surya di atapnya. 

3. Perawatan
Menjalankan tenaga listrik sendiri, artinya Anda harus siap melakukan perbaikan jika sewaktu-waktu terdapat kerusakan pada sistemnya. Panel surya harus dibersihkan secara rutin sehingga kotoran dan debu yang menempel tidak mengurangi kinerja listrik. Bila terdapat kerusakan akibat petir dan lain sebagainya Anda juga harus segera menghubungi tukang yang ahli untuk memperbaikinya. 

YANG HARUS DIPERHATIKAN SAAT PEMASANGAN PANEL SURYA
Sudah beberapa tahun terakhir ini masih banyak orang yang memasang panel surya di atap rumahnya secara tidak tepat. Untuk itu berikut beberapa hal yang harus Anda hindari saat memasang panel surya di atap rumah Anda. 

1. Memasang panel surya pada atap yang lama.

Ilustrasi pemasangan tersendiri
Gambar terkait
Ilustrasi pemasangan diatas atap rumah
 
Panel surya pada umumnya memiliki berat antara 5- 11 kg, tergantung seberapa besar ukurannya. Namun apa jadinya jika panel surya dipasang pada atap yang sudah usang dan rapuh ? Kita tidak mengetahui apakah atap yg dipasang panel surya masih kuat? Takutnya atap rumah Anda tidak kuat menahan beban panel surya sehingga membuat atap rumah menjadi roboh. Maka dari itu sebaiknya hindari memasang panel surya di atap yang mulai usang atau lama.Ada baiknya bila pemasangan ada tempat sendiri yang mandiri, bukan diatap rumah.

2. Menentukan arah yang tepat untuk memasang panel surya

Posisi terbaik adalah yang lebih terkena sinar matahari
Jangan asal sembarangan memasang panel surya di atap rumah Anda. Jika pemasangannya tidak tepat dengan arah matahari, maha energi yang dihasilkan akan tidak optimal. Oleh karena itu hindari pemasangan panel surya pada atap yang tidak mengarah pada matahari.

3. Derajat kemiringan atap rumah

Hasil gambar untuk cara mudah memasang solar cell
Ilustrasi derajat kemiringan mengikuti posisi atap rumah
Seperti yang anda ketahui, atap rumah yang ada di Indonesia rata-rata memiliki kemiringan 30-40°. Sedangkan panel surya dapat menangkap sinar matahari minimal pada kemiringan 10°. Semakin miring atap, efisiensi panel surya berkurang.

4. Pemasangan Panel surya yang tidak rapi

Pemasanagan yang tidak safety bisa merusak panel surya
 Panel surya yang sudah diapasang diatap rumah anda jika dilihat dari luar mungkin akan terlihat rapi, namun pastikan Anda juga melihat dibalik panel surya tersebut. Takutnya ada kabel yang bisa menghambat jalur air pada genteng. Karena jika terkena air saat hujan turun, akan terkena konsleting listrik. Dan akan dapat memicu penyebab kebakaran. Oleh karena itu pastikan Anda memasangnya dengan benar dan rapi.

5. Tidak melakukan perawatan secara rutin

Contoh perawatan rutin pada panel surya
Banyak rumah-rumah yang sudah terpasang panel surya untuk menghasilkan energi yang ramah lingkungan, namun panel surya yang sudah terpasang harus mendapatkan perawatan secara rutin. Karena panel surya akan tertutup debu, sehingga akan mengurangi penyerapan sinar matahari, juga harus di cek perawatan-perawatan lainnya.

Untuk pemasangan panel surya yang tepat, maka dibutuhkan teknisi yang sudah berpengalaman. Jangan sembarangan memasangan panel surya secara autodidak, kecuali anda miliki basic teknik yang baik. Serahkan pada ahlinya itu yang utama. Lebih baik anda mengeluarkan biaya lebih untuk menyewa jasa pemasangan agar lebih aman dan terpercaya. Nah, anda sudah terpikirkan untuk mencoba ?. Selamat mencoba dan semoga berhasil...

Rabu, 28 Agustus 2019

KISAH NABI MUHAMMAD SAW MEMBELAH BULAN

Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, dia penyembah berhala yang fanatik dan menentang serta membenci agama yang didakwahkan Rasulullah SAW.

Suatu hari Abu Jahal menyurati Raja Habib bin Malik perihal Rasulullah SAW. Surat itu membuatnya penasaran dan ingin bertemu dengan Rasulullah SAW, dan membalas surat itu Ia akan berkunjung ke Mekah. Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Ia dengan 10.000 orang ke Mekah. Sampai di Desa Abtah, dekat Mekah, ia mengirim utusan untuk memberitahu Abu Jahal bahwa Dia telah tiba di perbatasan Mekah.

Maka disambutlah Raja Habib oleh Abu Jahal dan pembesar Quraisy.
"Seperti apa sih Muhammad itu......?"
Tanya Raja Habib setelah bertemu dengan Abu Jahal.
"Sebaiknya Tuan tanyakan kepada Bani Haasyim," jawab Abu Jahal.
Lalu Raja Habib menanyakan kepada Bani Hasyim.

"Di masa kecilnya, Muhammad adalah anak yang bisa di percaya, jujur, dan baik budi. Tapi, sejak berusia 40 tahun, Ia mulai menyebarkan agama baru, menghina dan menyepelekan tuhan-tuhan kami.
Ia menyebarkan agama yang bertentangan dengan agama warisan nenek moyang kami," jawab salah seorang keluarga Bani Hasyim. Raja Habib memerintahkan untuk menjemput Rasulullah Saw, dan menyuruh untuk memaksa bila Ia tidak mau datang.

Dengan menggunakan jubah merah dan sorban hitam, Rasulullah Saw datang bersama Abu Bakar as Siddiq ra, dan Khadijah ra. Sepanjang jalan Khadijah ra, menangis karena khawatir akan keselamatan suaminya, demikian pula Abu Bakar ra.
"Kalian jangan takut, kita serahkan semua urusan kepada Allah SWT " Kata Rasulullah Saw.

Sampai di Desa Abthah, Rasulullah SAW di sambut dengan ramah dan dipersilahkan duduk di kursi yang terbuat dari emas. Ketika Rasulullah SAW duduk di kursi tersebut, memancarlah cahaya kemilau dari wajahnya yang berwibawa, sehingga yang menyaksikannya tertegun dan kagum
Maka berkata Raja Habib:
"Wahai Muhammad setiap Nabi memiliki mukjizat, mukjizat apa yang Engkau miliki.................?"

Dengan tenang Rasulullah Saw balik bertanya:
"Mukjizat apa yang Tuan kehendaki................?"
Raja Habib bin Malik Menjawab:
"Aku menghendaki matahari yang tengah bersinar engkau tenggelamkan, kemudian munculkanlah bulan."
Lalu turunkanlah bulan ke tanganmu, belah menjadi dua bagian, dan masukkan masing-masing ke lengan bajumu sebelah kiri dan kanan. Kemudian keluarkan lagi dan satukan lagi. Lalu suruhlah bulan mengakui engkau adalah Rasul. Setelah itu kembalikan bulan itu ke tempatnya semula.
Jika engkau dapat melakukannya, aku akan beriman kepadamu dan mengakui kenabianmu,"....

Mendengar itu Abu Jahal sangat gembira, pasti Rasulullah Saw tidak dapat melakukannya.
Dengan tegas dan yakin Rasulullah Saw menjawab: "Aku penuhi permintaan Tuan."
Kemudian Rasulullah Saw berjalan ke arah Gunung Abi Qubaisy dan shalat dua rakaat. Usai shalat, Beliau Saw berdoa dengan menengadahkan tangan tinggi-tinggi, agar permintaan Raja Habib terpenuhi. Seketika itu juga tanpa diketahui oleh siapapun juga turunlah 12.000 malaikat.
Maka berkatalah malaikat: "Wahai Rasulullah, Allah menyampaikan salam kepadamu.

Allah berfirman: 'Wahai kekasih-Ku, janganlah engkau takut dan ragu. Sesungguhnya Aku senantiasa bersamamu. Aku telah menetapkan keputusan-Ku sejak Zaman Azali.' Tentang permintaan Habib bin Malik, pergilah engkau kepadanya untuk membuktikan kerasulanmu. Sesungguhnya Allah yang menjalankan matahari dan bulan serta mengganti siang dengan malam.

Habib bin Malik mempunyai seorang putri cacat, tidak punya kaki dan tangan serta buta. Allah SWT telah menyembuhkan anak itu, sehingga ia bisa berjalan, meraba dan melihat." Lalu bergegaslah Rasulullah Saw turun menjumpai orang kafir, sementara bias cahaya kenabian yang memantul dari wajahnya semakin bersinar. Waktu itu matahari telah beranjak senja, matahari hampir tenggelam, sehingga suasananya remang-remang. Tak lama kemudian Rasulullah SAW berdoa agar bulan segera terbit.

Maka terbitlah bulan dengan sinar yang benderang. Lalu Rasulullah SAW mengisyaratkan agar bulan itu turun ke pada Rasulullah SAW. Tiba-tiba suasana jadi amat menegangkan ketika terdengar suara gemuruh yang dahsyat. Segumpal awan mengiringi turunnya bulan ke tangan Rasulullah SAW. Segera setelah itu Beliau Rosulalloh membelahnya menjadi dua bagian, lalu Beliau masukkan ke lengan baju kanan dan kiri. Tidak lama kemudian, Beliau Rasulullah mengeluarkan potongan bulan itu dan menyatukannya kembali.

Fakta bekas bulan terbelah masih bisa dibuktikan hingga kini

Dengan sangat takjub orang-orang menyaksikan Rasulullah Saw menggengam bulan yang bersinar dengan indah dan cemerlang. Bersamaan dengan itu bulan mengeluarkan suara:

"Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh."
Menyaksikan keajaiban itu, pikiran dan perasaan semua yang hadir terguncang.
Sungguh, ini bukan mimpi, melainkan sebuah kejadian yang nyata............!

Sebuah mukjizat luar biasa hebat yang disaksikan sendiri oleh Raja Habib bin Malik.
Ia menyadari, itu tak mungkin terjadi pada manusia biasa, meski ia lihai dalam ilmu sihir sekalipun.....!

Namun, hati Raja Habib masih beku.
Maka ia pun berkata, "Aku masih mempunyai syarat lagi untuk mengujimu."
Belum lagi Raja Habib sempat melanjutkan ucapannya, Rasulullah memotong pembicaraan,
"Engkau mempunyai putri yang cacat, bukan...............?
Sekarang, Allah SWT telah menyembuhkannya dan menjadikannya seorang putri yang sempurna."

Raja Habib pun terkejut karena tidak ada siapapun yang tahu penyakit anaknya itu yaitu lumpuh dan matanya buta kecuali orang-orang istana dan mereka yang dekat dengannya saja.
Mendengar itu, betapa gembiranya hati Raja Habib.

Spontan ia pun berdiri dan berseru,
"Hai penduduk Mekah.........!
Kalian yang telah beriman jangan kembali kafir, karena tidak ada lagi yang perlu diragukan.

Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi: tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu baginya;
dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Utusan dan hamba-Nya...!"
Melihat semua itu Abu Jahal jengkel dan marah, dengan emosi berkata kepada Raja Habib:

"Wahai...! Raja Habib engkau beriman kepada tukang sihir ini, hanya karena menyaksikan kehebatan sihirnya...............?"
Namun Raja Habib tidak menghiraukannya dan berkemas untuk pulang.
Sampai di pintu gerbang istana, putrinya yang sudah sempurna, menyambutnya sambil mengucapkan dua kalimat sahadat.
Tentu saja Raja Habib terkejut.

"Wahai putriku, darimana kamu mengetahui ucapan itu......? Siapa yang mengajarimu........?"
"Aku bermimpi didatangi seorang lelaki tampan rupawan yang memberi tahu ayah telah memeluk Islam. Dia juga berkata, jika aku menjadi muslimah, anggota tubuhku akan lengkap. Tentu saja aku mau, kemudian aku mengucapkan dua kalimat sahadat," jawab sang putri. Maka seketika itu juga Raja Habib pun bersujudlah sebagai tanda syukur kepada Allah SWT.

Selasa, 27 Agustus 2019

MASALAH ANJING

By: Ustadz Muhammad Rivaldy


Hasil gambar untuk anjing haram


Kita bisa temukan di akhir zaman ini sebagian individu muslim mengambil anjing sebagai hewan peliharaan di rumah. Mereka lupa, atau mungkin tidak tahu, bahwa Rasulullah pernah bersabda : “Siapa saja yang memelihara anjing, bukan anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga gembalaan, maka berkurang dari pahala amalnya setiap hari sebesar dua qirath/bukit uhud.” (HR. Muslim No. 1574)

Ini adalah peringatan dari Rasulullah, agar seorang muslim tidak memelihara anjing. Di hadits lain disebutkan bahwa malaikat tidak akan masuk rumah, yang di dalam nya terdapat anjing. (HR. Al-Bukhari No. 3225)

Orang-orang kafir memiliki fikrah dan tsaqafah [pemikiran dan budaya] tersendiri berkenaan masalah ini. Mereka memiliki pandangan bahwa anjing adalah sahabat terbaik manusia, anjing adalah hewan yang cocok dijadikan peliharaan di rumah, anjing adalah hewan yang menyenangkan, dsb.

Fikrah [pemikiran] dan tsaqafah [gaya hidup] ini celaka nya juga di promosikan di tengah masyarakat muslim, khususnya melalui media. Lihat, bagaimana mereka membuat film-film yang menunjukkan seolah-olah anjing adalah sahabat yang baik. Sampai-sampai, ditayangkan kebahagiaan seseorang yang muka nya di jilati dan dipenuhi air liur anjing. Menjijikan.

Lambat-laun sebagian kaum muslimin terpengaruh dengan pemikiran dan gaya hidup orang-orang kafir ini, hingga mereka tak segan memelihara anjing di rumah-rumah mereka, menentang apa yang digariskan oleh Nabi mereka. Dan sampai-sampai mereka ingin memiliki sahabat karib berupa anjing, padahal Rasulullah bersabda:

لَوْلاَ أَنَّ الكِلَابَ أُمَّةٌ مِنَ الأُمَمِ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا، فَاقْتُلُوا مِنْهَا الأَسْوَدَ البَهِيْمَ

“Kalau lah bukan karena anjing termasuk makhluk bernyawa seperti makhluk bernyawa lainnya, niscaya akan kuperintahkan untuk dibunuh. Maka, bunuhlah dari mereka yang hitam legam.” (HR. Abu Dawud No. 2845)

Al-Hafidz Ibn Abdil Hadi membuat kesimpulan bahwa anjing yang boleh dibunuh di antaranya : - al kalbu al kalib [anjing rabies], - al kalbu al 'uqur [anjing galak yang suka menggigit], - al aswad al bahim [anjing hitam legam], - dan anjing yang memberi bahaya serta keburukan bagi manusia. (Al-Ighrab fi Ahkam Al-Kilab, hal. 117)

Inilah bagian dari ghazwul fikri wa ats-tsaqafi [perang pemikiran dan budaya] yang mesti disadari. Mereka yang menganggap anjing sahabat manusia hendaknya membuat survei : Berapa di antara kita yang pernah diselamatkan anjing, dan berapa di antara kita yang pernah digonggongi dan dikejar anjing?

Kami yakin, lebih banyak mereka yang digonggongi dan dikejar anjing ketimbang ditolong. Bahkan tidak sedikit di antara kita, menjadi korban gigitan anjing. Dari itu saja sudah dapat dibuktikan bahwa anjing bukan sahabat manusia. Seringnya malah membuat kegaduhan dengan gonggongan mereka yang tak mengenal waktu. Seringnya membuat manusia was-was, karena buas dan liarnya mereka. Bagaimana mungkin kita pelihara hewan itu dirumah? Apa kita hendak mengusir teman-teman dan tamu kita, agar tidak mengunjungi rumah?

Sesungguhnya kenajisan anjing dinyatakan dalam hadits berikut.

((طَهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ))

“Sucinya bejana salah seorang diantara kalian -jika anjing menjilatnya- yakni dengan cara dia mencuci bejana nya sebanyak tujuh kali cucian, diawali dengan tanah”. (HR. Muslim [3/183])

Ucapan Rasulullaah : “Sucinya bejana kalian...” menunjukkan bahwa bejana tersebut dalam keadaan najis [bekas jilatan anjing]. Seandainya tidak najis, maka tidak akan dikatakan demikian karena hukum asal sesuatu itu tetap pada asalnya, jika tidak ada faktor lain yang mengubah keadaannya [ibqaa maa kaana 'alaa maa kaana]. Jilatan anjing tersebut mengubah status bejana dari asalnya suci, menjadi bernajis.

Di hadits lain disebutkan perintah untuk membuang air dalam wadah bekas jilatan anjing.

إِذَا وَلَغَ الكَلْبُ فِيْ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ

“Jika anjing menjilat wadah berisi air milik salah seorang di antara kalian, maka buanglah air tersebut dan cucilah wadah tersebut sebanyak tujuh kali”. (HR. Muslim No. 279)

Al-Imam An-Nawawi berkata :

فَفِيْهِ دَلَالَةٌ ظَاهِرَةٌ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيْ وَغَيْرِهِ رَضِيَ الله عَنْهُ مِمَّنْ يَقُوْلُ بِنَجَاسَةِ الكَلْبِ لِأَنَّ الطَّهَارَةَ تَكُوْنُ عَنْ حَدَثٍ أَوْ نَجَسٍ وَلَيْسَ هُنَا حَدَثٌ فَتَعَيَّنَ النَّجَسُ فَإِنْ قِيْلَ المُرَادُ الطَّهَارَةُ اللُّغَوِيَّةُ فَالجَوَابُ أَنَّ حَمْلَ اللَّفْظِ عَلَى حَقِيقَتِهِ الشَّرْعِيَّةِ مُقَدَّمٌ عَلَى اللُّغَوِيَّةِ وَفِيْهِ أَيْضًا نَجَاسَةُ مَا وَلَغَ فِيْهِ وَأَنَّهُ إِنْ كَانَ طَعَامًا مَائِعًا حَرُمَ أَكْلُهُ لِأَنَّ إِرَاقَتَهُ إِضَاعَةٌ لَهُ فَلَوْ كَانَ طَاهِرًا لَمْ يَأْمُرْنَا بِإِرَاقَتِهِ بَلْ قَدْ نُهِيْنَا عَنْ إِضَاعَةِ المَالِ وَهَذَا مَذْهَبُنَا

“Dan di dalamnya [hadits tentang penyucian bejana yang dijilat anjing] terdapat dalalah/petunjuk yang terang bagi madzhab Syafi'I dan selainnya radhiyallaahu 'anhu, yang berpandangan bahwa anjing itu najis.

Sebab, kesucian itu bisa diraih dengan menghilangkan hadats atau najis. Dan tidak ada dalam hadits tersebut tentang hadats. Maka, [kesucian] yang dimaksud adalah dari najis. Jika dikatakan bahwa kesucian itu maknanya adalah kesucian secara bahasa [sebatas bersih karena dianggap jilatan anjing itu kotor, bukan najis], maka jawabannya : bahwa membawa makna lafadz yang sesuai dengan maksud syara' nya lebih di dahulukan ketimbang membawa makna lafadz pada sisi bahasa.

Di dalam hadits tersebut juga terdapat petunjuk bahwa apa yang dijilatnya menjadi najis. Seandainya yang dijilat anjing berupa makanan encer, maka makanan tersebut haram untuk di makan. Kemudian [kita tahu] bahwa tindakan membuang makanan encer tersebut adalah bagian dari menyia-nyiakan nikmat, karena itu seandainya makanan tersebut suci, tidak akan diperintahkan untuk dibuang, sebab Rasulullah melarang menyia-nyiakan harta/nikmat. Inilah pendapat kami/madzhab Syafi'I”. (Syarh Shahih Muslim, 3/184)

Najis anjing termasuk ke dalam najis berat [najaasah mughalladzah], sama seperti babi. (Al-Mu'tamad fi Al-Fiqh As-Syafi'I, 1/46)

Pendapat kenajisan anjing juga merupakan pendapat madzhab Hanbali.

فصل : ولا يختلف المذهب، في نجاسة الكلب والخنزير، وما تولد منهما

“Pasal : Dan pendapat madzhab tidak ada perselisihan, tentang kenajisan anjing dan babi, serta peranakan dari keduanya”. (Al-Kafi fi Fiqh Al-Imam Ahmad, 1/159)

Kemudian pertanyaannya, apakah seluruh badan anjing najis?

Ada beberapa pendapat. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa kenajisan anjing hanya pada air liurnya dan segala hal menyangkut cairan tubuhnya [keringat, dsb] jika anjing tersebut masih hidup, dan jika dalam keadaan mati maka seluruh tubuhnya najis.

Madzhab Maliki berpendapat bahwa anjing menjadi najis jika telah mati. Adapun jika hidup, maka tidak najis termasuk air liurnya. Tapi tetap dibasuh apa-apa yang dijilat anjing sebanyak tujuh kali meski tidak wajib tujuh kali dan tidak perlu pakai tanah.

Sedangkan madzhab Hanbali dan Syafi'I, berpandangan bahwa anjing merupakan najis secara 'ain [dzat nya], termasuk bulu-bulu nya. Baik keadaan hidup atau mati. (Al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, 1/13-14; Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 35/129-130)

Guru-guru kami mengatakan bahwa mulut anjing adalah bagian terbersih dari anjing. Oleh karena itu badan dan bulu anjing lebih-lebih lagi kenajisannya [Qiyas Awlawi].

Dan kita tahu bahwa air liur berasal dari mulut dan dalam perut. Dan bagian dalam perut adalah asal dari daging, darah, kulit, dsb. Otomatis cabang dari benda najis 'ain adalah najis juga. Cara membersihkan najis anjing pun terdapat ikhtilaf. Semuanya bermuara pada riwayat-riwayat hadits berkenaan dengan masalah tersebut yang memiliki beragam redaksi.

Al-Imam As-Syaukani memberi rincian :

“Hadits Nabi [pertama-tama dibersihkan dengan tanah/debu] menurut lafadz hadits Tirmidzi dan Al-Bazzar dengan redaksi “pertama-tama atau yang terakhir dengan tanah”, sedangkan lafadz hadits riwayat Imam Abu Dawud “yang ketujuh dengan tanah”, dan di dalam riwayat shahih dari Syafi'I “pertama-tama atau terakhir dengan tanah”. Begitu pula redaksi tersebut menurut riwayat Abu Ubaid Al-Qasim Ibn Salam di dalam kitab At-Tahuur.

Kemudian teks hadits [Jika anjing menjilat bejana salah seorang di antara kalian maka ia dibasuh dengan tujuh kali basuhan, yang pertama atau salah satunya dengan tanah]. Dalam riwayat Ad-Daraquthni, “salah satu nya dengan tanah” dan sanadnya dha'if. Di dalam nya ada perawi bernama Al-Jarud Ibn Yazid, dan ia berstatus matruk. Sedangkan di dalam riwayat Abdullah Ibn Mughaffal yang terdapat di hadits Bab ini tersebut : “lumurilah yang ke delapan dengan tanah”. Dan riwayat ini lebih shahih ketimbang riwayat yang menyebut “salah satunya dengan tanah”. (Nailul Authar, 1/55)

Walhasil, banyak riwayat menyebut tujuh kali, dengan diawali/diakhiri/salah satunya dengan tanah. Ada juga riwayat yang menyebut, “yang kedelapan kali dengan tanah”.

Kemudian madzhab Syafi'I membuat kompromi dengan berbagai riwayat, dan menyimpulkan bahwa penyucian daripada najis anjing di lakukan dengan tujuh kali basuhan, dan salah satu basuhan dicampur dengan tanah. Itu berarti mengakomodir pendapat yang mengatakan basuhan sebanyak tujuh kali basuhan, ditambah dengan tanah di ke delapan kali. Madzhab Syafi'I berpendapat tanah dicampur dengan air. Tidak terpisah.

Ibarot kitabnya :

مَسْأَلَةٌ: فَإِنْ وَلَغَ فِي الإِنَاءِ كَلْبٌ أَيَّ إنَاءٍ كَانَ وَأَيَّ كَلْبٍ كَانَ كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ غَيْرَهُ, صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا فَالْفَرْضُ إهْرَاقُ مَا فِي ذَلِكَ الإِنَاءِ كَائِنًا مَا كَانَ ثُمَّ يُغْسَلُ بِالْمَاءِ سَبْعَ مَرَّاتٍ, وَلاَ بُدَّ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ مَعَ الْمَاءِ, وَلاَ بُدَّ, وَذَلِكَ الْمَاءُ الَّذِي يُطَهَّرُ بِهِ الإِنَاءُ طَاهِرٌ حَلاَلٌ

“Masalah: jika seekor anjing–anjing mana pun baik anjing pemburu maupun yang lain, baik besar maupun kecil–menjilat di dalam sebuah bejana jenis apa pun, maka wajib membuang seluruh isi bejana tersebut, lalu membasuhnya sebanyak tujuh kali. Dan tidak boleh tidak, diawali dengan debu bersama air. Tidak boleh tidak bahwa air yang dipakai untuk membasuh adalah air yang suci dan halal”. (Jalaluddin Al-Mahalli, Kanzur Raghibin fi Minhajit Thalibin, 1/109)

Tujuh kali basuhan dengan salah satu nya dicampur tanah/debu. Ada sebagian mengatakan bahwa boleh dengan sabun, sebagai pengganti debu/tanah.

وهل يقوم الصابون والأشنان مقام التراب؟ فيه أقوال:

أحدها : نعم كما يقوم غير الحجر مقامه في الإستنجاء، وكما يقوم غير الشب والقرظ في الدباغ مقامه، وهذا ما صححه النووي في كتابه رؤوس المسائل. والأظهر في الرافعي والروضة وشرح المهذب : أنه لا يقوم، لأنها طهارة متعلقة بالتراب فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم.

والقول الثاني : إن وجد التراب لم يقم، وإلا قام. وقيل : يقوم فيما يفسده التراب كالثياب دون الأواني. وشرط التراب أن يكون طاهرا فلا يكفي النجس على الراجح كالتيمم.

“Apakah sabun dan kayu penghilang kotoran itu bisa menduduki posisi tanah/debu? Di sini terdapat beberapa pendapat.

Salah satu nya : Ya, bisa sebagaimana selain batu bisa digunakan untuk cebok/istinja. Dan sebagaimana tawas dan daun penghilang kotoran bisa digantikan yang lain di dalam penyamakan/dibagh. Dan ini adalah pendapat yang dibenarkan oleh An-Nawawi di dalam kitabnya Ru-us Al-Masa'il.

Dan yang adzhar [nampak penisbatannya] bagi pendapat Ar-Rafi'i dan di dalam Ar-Raudhah serta Syarh Al-Muhadzdzab : Hal tersebut tidak dapat menggantikan tanah/debu. Sebab penyucian najis itu terkait langsung dengan tanah [sesuai lafadz hadits], maka tidak bisa digantikan yang lain sebagaimana kedudukan tanah dalam tayammum yang tidak bisa diganti.

Pendapat kedua : selama masih ada tanah tidak bisa digantikan apa pun. Namun apabila tidak ada tanah, boleh. Dikatakan : selain tanah boleh digunakan asalkan seumpama memakai tanah bisa merusak objek seperti pakaian. Berbeda dengan bejana [maka tanah tidak bisa digantikan sama sekali]. Dan syarat bagi tanah yang digunakan adalah suci, maka tidak memenuhi syarat jika tanah tersebut najis menurut pendapat terkuat, sebagaimana tayammum”. (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, hal. 75. Fashl fi Bayan An-Najasat wa Izalatiha)

Pendapat mu'tamad dalam madzhab Syafi'I [terbukti dengan lafadz “adzhar” bagi pendapat Rafi'I dan Nawawi] dan yang terkuat adalah tetap menggunakan tanah/debu. Tidak boleh menggunakan sabun, kecuali jika memang kondisi nya darurat yang tidak memungkinkan untuk menggunakan tanah/debu.

Para ulama mengatakan bahwa perintah untuk mencuci bekas jilatan anjing dengan tujuh kali dan salah satunya dicampur tanah, merupakan taghlidz [pemberat] dari syari'at agar ummat Islam tidak dekat-dekat dengan anjing. Kebutuhan akan anjing sama sekali tidak mendesak, kecuali untuk zaman sekarang dijadikan alat mengendus dan mencium benda-benda yang menjadi objek pencarian aparat keamanan. Tidak layak ada di dalam rumah muslim hewan peliharaan anjing. Wallaahul musta'an.

🌸 Yuk Share...

 www.instagram.com/ngaji_fiqh

HUKUM MEMBONCENG NON MAHRAM

By: Ustadz Muhammad Rivaldy Abdullah

  Hasil gambar untuk membonceng bukan mahram

Jika statusnya adalah mahram(misalnya adik kandung perempuan), tentu sudah jelas kebolehannya untuk dibonceng. Yang diperselisihkan para ulama ialah jika yang dibonceng adalah non-mahram. Dan sepupu(anak paman dari ayah) termasuk kategori non mahram.

Permasalahan hukum membonceng(irdaaf) non-mahram ini, dibahas dalam kitab-kitab syarh hadits.

Hadits yang terkait, diantaranya adalah hadits riwayat dari Asma binti Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhuma. Beliau menceritakan :

تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُ … وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم عَلَى رَأْسِي وَهِيَ مِنِّي عَلَى ثُلُثَيْ فَرْسَخٍ فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِي فَلَقِيتُ رَسُولَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ الأَنْصَارِ فَدَعَانِي ثُمَّ قَالَ إِخْ إِخْ لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسِيرَ مَعَ الرِّجَالِ وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ

"Aku telah dinikahi oleh Zubair… (tatkala itu) Aku sedang mengangkut biji-biji kurma dari tanah Zubair yang telah diberi oleh Rasulullah saw. di atas kepalaku. Tanah tersebut jaraknya dariku sekitar 2/3 Farsakh. Suatu ketika aku datang, sementara biji-biji kurma tersebut ada di atas kepalaku, lalu aku pun menemui Rasulullah saw. Ketika itu Baginda bersama sejumlah kaum Anshar. Baginda pun memanggilku. Lalu Baginda berkata, ‘Ikh..ikh…(terhadap untanya),’ agar Baginda bisa memboncengku di belakangnya. Namun, aku merasa malu untuk berjalan bersama-sama kaum pria. Aku pun menceritakannya kepada Zubair.” (HR. Bukhari No. 4849, Muslim No. 2182)

Dalam menjelaskan hadits ini, para ulama memiliki pandangan yang beragam. Pandangan-pandangan itu antara lain :

(1). Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam membonceng Asma, yang notabene adalah mahramnya. Asma adalah saudari ‘Aisyah, dan ‘Aisyah merupakan isteri Nabi. Atau juga bisa dikatakan, peristiwa ini terjadi sebelum syari’at hijab turun. Pandangan ini dikemukakan salah satunya oleh Badruddin Al ‘Aini, dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari(20/208).

Karena itu, berboncengan pria dan wanita bukan mahram dalam kendaraan hukumnya haram. Baik dekat maupun jauh. Baik ada mahram ataupun apalagi tidak ada mahram.

(2). Sebagiannya lagi memahami, bahwa perbuatan tersebut(membonceng non mahram) adalah kekhususan bagi Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam. Syaikh Al Bujairomiy mengatakan :

أَمَّا هُوَ فَقَدْ اُخْتُصَّ بِإِبَاحَةِ النَّظَرِ إلَى الْأَجْنَبِيَّاتِ وَالْخَلْوَةِ بِهِنَّ وَإِرْدَافِهِنَّ عَلَى الدَّابَّةِ خَلْفَهُ ؛ لِأَنَّهُ مَأْمُونٌ لِعِصْمَتِهِ

“Adapun beliau (Nabi) sallallahu alaihi wa sallam, maka telah diberi kekhususan dengan dibolehkan melihat wanita asing, berduaan dan membonceng di belakang kendaraan. Karena beliau aman dan terlindung (dari melakukan dosa)” (Hasyiyah Al Bujairomiy, 3/372)

Pendapat ini juga menyimpulkan bahwa berboncengan pria dan wanita bukan mahram adalah terlarang(karena kebolehannya hanya khusus Nabi saja). Baik dekat maupun jauh. Baik ada mahram ataupun apalagi tidak ada mahram. Namun pendapat ini mengandung kecacatan.

(3). Adapun pendapat yang lain –dan ini pendapat yang paling kuat- memahami bahwa hadits ini bukan kekhususan bagi Nabi, dan Asma bukan termasuk mahram Nabi. Akhirnya memberikan kesimpulan, bolehnya membonceng non-mahram di atas kendaraan(dalam kasus hadits ini), dimana kebolehannya dengan menyertai beberapa syarat. Syarat – syarat itu antara lain :

a) Adanya pemisah(fashil) antara pria dan wanita dalam kendaraan tersebut. Mereka tidak duduk berhimpitan dan tidak saling bersentuhan satu sama lain. Faktanya, Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam di dalam hadits tersebut tengah menunggangi unta, yang mana kita tahu unta memiliki punuk. Otomatis posisi orang yang dibonceng akan terpisah dengan yang membonceng karena adanya punuk.

. Asma mengatakan, “ma’ahu nafarun min al anshar”. Kalimat ini menjadi petunjuk bahwa Nabi pada saat itu bersama sejumlah sahabat
Sehingga, kondisi mereka pada saat itu tidak berduaan. Dalam kondisi hari ini, jika berkendara dengan motor dan ingin membonceng maka mesti berkendara dengan yang lain.

c) Tidak adanya fitnah, dan masing masing tetap terjaga auratnya. Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam saat itu telah berusia lanjut, begitu pula Asma. Dan kedua duanya memiliki hati yang terjaga. Fakta ini berbeda jika yang berboncengan adalah pria dan wanita yang sama sama masih muda. Sekalipun ada pemisah dan tidak berduaan(rombongan konvoi misalnya), berboncengnya pria dan wanita muda di zaman ini tetap akan menimbulkan fitnah dan masalah. Apalagi bagi mereka yang belum tahu batasan-batasan syar’i untuk masalah pergaulan.

d) Jarak bepergian yang ditempuh adalah jarak dalam kota(bukan jarak safar yang kurang lebih 85 km). Dalam hadits tersebut dikatakan jarak 2/3 farsakh, dimana 1 farsakh berarti sama dengan 3 mil(5,5 km). Jarak bepergian yang dekat. Karena itu, jika jarak bepergiannya jauh, maka perempuan yang dibonceng tersebut mesti bersama mahramnya. Pria tidak boleh membonceng perempuan yang tidak disertai mahram wanita, jika bepergian jauh.

لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ

"Janganlah wanita safar (bepergian jauh) kecuali bersama dengan mahromnya, dan janganlah seorang (laki-laki) menemuinya melainkan wanita itu disertai mahromnya” (Muttafaq 'alayh)

e) Kendaraan mobil dengan motor dalam kasus ini sedikit berbeda. Mobil memiliki penutup, dimana statusnya seperti sebuah tempat, yang khusus, dan bersifat pribadi(bukan tempat umum sehingga sembarang orang boleh masuk). Karena itu, hukum bagi mobil berlaku sama seperti hukum dalam rumah. Pria yang menjadi supir mestilah bagian dari kerabat si wanita. Karena, dalam hal ini kebolehan seseorang memasuki sebuah rumah milik orang lain serta beraktivitas di dalamnya(berbincang, makan, dll) dimana terdapat wanita di dalamnya, adalah jika yang masuk ke rumah tersebut adalah kerabat dan orang yang dikenal(QS. An-Nuur : 61).

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِاِمْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ

"Hendaknya tidak berduaan seorang pria dengan seorang wanita, kecuali bersamanya(bersama wanita tersebut) seorang mahram” (HR Muslim).

Jika jaraknya hanya jarak dalam kota(jarak pendek), pria dan wanita dapat berboncengan ditemani sejumlah pria dengan syarat orang orang itu adalah yang memang dikenal, terpercaya dan bukan pelaku maksiat. Dalam hadits Asma ini, Nabi bersama sejumlah sahabat Anshar, dimana mereka adalah orang-orang yang terjaga dan dikenal oleh Nabi.

Jadi, tidak boleh seorang pria menyupiri seorang perempuan dalam mobil, kecuali bersama perempuan itu ada suami atau mahramnya(kakak laki laki, adik laki laki, paman, dsb), jika bepergiannya adalah bepergian jauh yang membutuhkan mahram wanita.

Jika bepergiannya bukan bepergian jauh, namun kondisinya tidak ada mahram yang menemani si wanita, maka boleh ditemani wanita lain atau pria lain selain mahram; dengan syarat jumlahnya lebih dari satu orang dan mereka termasuk orang-orang yang terjaga, terpercaya, lagi kenalan bagi si sopir/ si wanita. Dan hadits Asma ini menunjukkan hukum demikian. Namun, tentu saja kondisi seperti ini sebaiknya dihindari.

f) Adanya hajat syar’i atau bahkan kebutuhan yang memang mendesak.
Sebagian Ulama menambahkan syarat ini, sebab hukum asalnya pria dan wanita tidak berboncengan satu sama lain. Pria dan wanita terpisah.

Mengenai hadits ini, Al Hafidz An Nawawi berpendapat :

“Hadits ini menunjukkan bolehnya berboncengan (antara pria dan wanita bukan mahram) pada satu kendaraan apabila wanita itu seorang yang taat agamanya. Dalam pembahasan hadits ini ada banyak pendapat ulama yang berbeda,antara lain adanya sifat belas kasih Nabi pada umat Islam baik pria dan wanita serta berusaha membantu sebisa mungkin. Pendapat lain menyatakan bolehnya membonceng wanita yang bukan mahram apabila dia ditemukan di tengah jalan dalam keadaan kelelahan(kondisi berat, sebagaimana Asma yang saat itu memanggul makanan). Apalagi jika bersama sejumlah golongan pria yang shalih. Dalam konteks ini maka tidak diragukan kebolehannya. Menurut Qadhi Iyadh bolehnya ini khusus untuk Nabi saja, tidak yang lain. (Karena) Nabi telah menyuruh kita agar pria dan wanita saling menjauhkan diri. Dan biasanya Nabi menjauhi para wanita dengan tujuan supaya dikuti umatnya. Kasus ini adalah kasus khusus karena Asma adalah putri Abu Bakar, saudari Aisyah alias ipar dan istri dari Zubair. Maka, seakan Asma itu seperti salah satu keluarganya… Adapun pria membonceng wanita mahram maka hukumnya boleh secara mutlak dalam segala kondisi." (Syarh Shahih Muslim, 14/166)

💐 Ayo Share..

https://telegram.me/ngajifiqh