Temanya pacaran nich !!. Hehehe.. nggak apa-apa lah. Kan banyak juga yang belum tahu. Bagi kamu
yang udah tahu jangan bosen. Saya aja nulisnya hampir bosan. Cuma gimana lagi,
dakwah memang begitu. Kita seringkali menyangka bahwa apa yang sudah kita
sampaikan secara sering akan mudah dipahami orang. Ternyata nggak. Ada yang memang belum
pernah baca, ada yang baru tahu dan belum paham. Banyak alasan. Tetapi yang
pasti, pembaca gaulislam setiap pekannya bertambah dan banyak yang baru tahu.
Selain itu, karena tak semua bisa mengakses website maka edisi cetak ini jadi
andalan mereka untuk mendapatkan informasi. Tak mengapa, yang penting ada beda
rasanya dalam setiap edisi yang membahas tema sejenis. Tul nggak?
Oh ya,
mungkin kamu kaget ya dikatain bahwa pacaran itu nafsu, bukan cinta. Padahal,
kalo makan saja nggak nafsu kan
jadinya nggak enak makan. Hehehe… beda persoalan, Bro en Sis. Ini soal cinta
dan nafsu jelas berbeda. Nafsu umumnya cenderung membuat orang ingin melakukan
sesukanya, sementara cinta masih berpikir apakah yang dilakukannya benar atau
salah menurut aturan yang berlaku, khususnya ajaran agama kita, Islam. Nah,
edisi kita kita bakal bahas seputar cinta, nafsu, dan juga pacaran. Yuk ah,
tancap gas!
Saat Jatuh Cinta
Rabbi…/ Aku punya pinta/ Bila suatu saat aku jatuh cinta/
Penuhilah hatiku dengan bilangan cintaMu/ yang tak terbatas/ Biar rasaku
padaMu tetap utuh.
padaMu tetap utuh.
Pernah
jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Pasti senang dong ya. Enak aja bawaannya. Hidup
berasa nikmat banget. Rasanya nggak mantep kalo nggak cerita kepada teman-teman
kalo kita sedang jatuh cinta. Biar teman-teman juga merasakan apa yang sedang
kita rasakan. Bila perlu, kita cerita kepada siapa saja tentang orang yang
sedang kita cintai meski orang yang kita cintai itu tak tahu bahwa dia sedang kitacintai. Kita begitu percaya
diri dan mulai mencari cara untuk mendekatinya.
Cinta emang
selalu menyita perhatian kita. Ada
di antara kita yang kemudian bahagia dengan cinta, tapi nggak sedikit yang
merana karena cinta. Itu sebabnya, wajar juga kalo novelis Mira W pernah
menyampaikan: “Kita boleh hidup dengan cinta, tapi jangan mati karena cinta”.
Hmm.. boljug neh pernyataannya. Soalnya banyak juga manusia yang terbius cinta
(khususnya cinta kepada lawan jenis, harta, dan juga jabatan) hingga lupa
segalanya. Sebab, yang ada dalam benaknya hanyalah cinta, cinta, dan cinta.
Hati-hati dengan cinta buta
Cinta buta
adalah cinta yang tak mengikuti aturan Islam. Ia bebas berbuat apa saja.
Termasuk saat orang yang model begitu tuh jatuh cinta, maka ia akan buta dan
gelap mata. Berbuat sesukanya dan mencampakkan norma agama.
Pertama, lupa mengingat Allah. Lebih sibuk mengingat makhlukNya, yakni
orang yang dicintainya, misalnya. Jika dia lebih kuat mengingat Allah, insya
Allah mengingat makhlukNya jadi terkendali. Tapi jika lebih kuat mengingat
makhlukNya, maka mengingat Allah akan dikalahkan.
Kedua,
menyiksa hati. Cinta buta, meski adakalanya dinikmati oleh pelakunya, namun
sebenarnya ia merasakan ketersiksaan hati yang paling berat.
Ketiga,
hatinya tertawan dan terhina. Ya, hatinya akan tertawan dengan orang yang
dicintainya. Namun, karena ia mabuk cinta, maka ia tidak merasakan musibah yang
menimpa. So, ati-ati deh kalo jatuh cinta. Jangan sampe hati kita tertawan
dengannya, hingga lupa segalanya.
Keempat, melupakan
agama. Tak ada orang yang paling menyia-nyiakan agama dan dunia melebihi orang
yang sedang dirundung cinta buta. Ia menyia-nyiakan maslahat agamanya karena
hatinya lalai untuk beribadah kepada Allah. Kalo ada teman kita ketika jatuh
cinta tuh sampe nggak sholat, nggak sekolah, dan nggak belajar, karena cuma
mikirin dia, maka itu udah dibilang cinta buta. Jadi, kita kudu ingatkan supaya
jangan keterusan.
Kelima,
mengundang bahaya. Bahaya-bahaya dunia dan akhirat lebih cepat menimpa kepada
orang yang dirundung cinta buta melebihi kecepatan api membakar kayu kering.
Ketika hati berdekatan dengan orang yang dicintainya secara buta itu, ia akan
menjauh dari Allah. Jika hati jauh dari Allah, semua jenis marabahaya akan
mengancamnya dari segala sisi karena setan menguasainya. Jika setan telah
menguasainya, maka mana ada musuh yang senang lawannya senang? Semua musuh
ingin musuhnya dalam bahaya. Duh, jangan sampe kejadian. Cukup fakta-fakta soal
perzinahan dan penularan penyakit seksual itu menjadi perhatian bagi kita untuk
nggak melakukan hal yang sama. Naudzubillahi min dzalik.
Keenam,
setan akan menguasai. Jika kekuatan setan menguasai seseorang, ia akan merusak
akalnya dan memberikan rasa waswas. Bahkan, mungkin tak ada bedanya dengan
orgil alias orang gila. Mereka nggak menggunakan akalnya secara layak. Padahal
yang paling berharga bagi manusia adalah akalnya yang membedakan ia dengan
binatang. So, nggak heran dong kalo banyak yang kejerumus berbuat maksiat
karena mikirnya instan banget. Cuma kepikiran enak aja menurut hawa nafsunya.
Nggak mikir jauh ke depan: soal dosa dan akibat dosa tersebut.
Ketujuh,
mengurangi kepekaan. Cinta buta akan merusak indera atau mengurangi
kepekaannya, baik indera suriya (konkret) maupun indera maknawi (abstrak).
Kerusakan indera maknawi mengikuti rusaknya hati, sebab jika hati telah rusak,
maka organ pengindera lain, seperti mata, lisan, telinga, juga turut rusak.
Artinya, ia akan melihat yang buruk pada diri orang yang dicintainya secara
buta itu sebagai sebuah kebaikan dan juga sebaliknya.
Tetap iffah
selama jatuh cinta
Menurut Hamka, “Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedu sedan. Tetapi cinta menghidupkan penghargaan, menguatkan hati dalam perjuangan, menempuh onak dan duri penghidupan.”
Menurut Hamka, “Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedu sedan. Tetapi cinta menghidupkan penghargaan, menguatkan hati dalam perjuangan, menempuh onak dan duri penghidupan.”
Menurut
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, ada persoalan besar yang harus diperhatikan oleh orang
yang cerdas, yaitu bahwa puncak kesempurnaan, kenikmatan, kesenangan, dan
kebahagiaan yang ada dalam hati dan ruh tergantung pada dua hal.
Pertama,
karena kesempurnaan dan keindahan sesuatu yang dicintai, dalam hal ini hanya
ada Allah, karenanya hanya Allah yang paling utama dicintai.
Kedua, puncak
kesempurnaan cinta itu sendiri, artinya derajat cinta itu yang mencapai puncak
kesempurnaan dan kesungguhan (al-Jawabul Kafi Liman Saala’ Anid Dawaaisy-syafi
(edisi terj.) hlm, 255).
Lebih
lanjut Ibnu Qayyim menjelaskan, “Semua orang yang berakal sehat menyadari bahwa
kenikmatan dan kelezatan yang diperoleh dari sesuatu yang dicintai, bergantung
kepada kekuatan dorongan cintanya. Jika dorongan cintanya sangat kuat,
kenikmatan yang diperoleh ketika mendapatkan yang dicintainya tersebut lebih
sempurna.”
So, meski kita merasa hidup lebih indah ketika jatuh cinta
tapi bukan berarti bebas melakukan apa saja atas nama cinta. Insya Allah saya
cukup mengerti dengan kondisi temen-temen remaja. Di usia yang pubertas ini,
apalagi ditambah dengan bombardir informasi di media massa yang ternyata lebih banyak menyesatkan
ini, akhirnya nggak sedikit yang awalnya berkomitmen untuk tidak
mengekspresikan cinta lewat pacaran, tapi ternyata rontok digerus arus
informasi dan kehidupan yang rusak. Sebab pernah ada juga teman kita yang
berkirim e-mail ke saya bahwa ia awalnya termasuk kuat, bahkan dari kalangan
keluarga yang taat beragama, dan punya prinsip nggak akan pacaran sebelum
nikah.
But, apa
daya, prinsip tersebut akhirnya hilang disapu gemuruh hawa nafsu. Meski tidak
sampe kepada perzinahan (setidaknya menurut pengakuannya di e-mail tersebut),
tapi dia merasa harus taubat. Alhamdulillah, sikap kawan kita ini patut
diteladani. Ngaku salah dan mau memperbaiki diri. Itu sebabnya nih, buat anak
cewek, jangan tergoda rayuan cowok. Cuma anehnya meski banyak diwanti-wanti,
tetep aja cewek banyak yang tertipu dengan kelihaian rayuan anak cowok. Walah,
itu sih cowoknya emang buaya, dan ceweknya ternyata penyayang binatang. Waaah…
jadi klop dong?
Jadi, tetep
jaga diri, jaga pikiran, dan jaga perasaan ketika jatuh cinta. Jangan nekat
mengekspresikannya di jalur yang salah seperti pacaran dan seks bebas. Tetep
iffah (jaga kesucian diri) ya. So, kudu ati-ati banget.
Yuk, kita
mulai lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Jangan terus main-main dalam
masalah seserius ini. Kalo pun kita belum mampu untuk menikah, jangan nekat
menikah. Karena pernikahan bukan urusan main-main. Oya, kita pun harus rela
untuk membuang jauh-jauh pikiran murah dan murahan tentang “pacaran”. Karena
pacaran sebatas penyaluran nafsu belaka, bukan cinta. Bener lho. Soalnya kalo
emang cinta nggak bakal memilih pacaran. Pacaran itu maksiat. Jadi, jaga diri
hingga saatnya siap untuk menikah.
Bro en Sis...,
ada baiknya sosialisasi tentang kesucian pernikahan kepada para remaja muslim
rasa-rasanya perlu digiatkan terus. Jangan sampe kalah dengan sosialisasi
pacaran yang sudah berani melanggar batasan norma masyarakat, dan juga ajaran
agama.Ya..., tugas
kita adalah belajar Islam dengan benar, memahaminya, dan mengamalkannya dengan
berdakwah kepada teman yang lain. Sehingga rahmat Islam tersebar makin luas.
Insya Allah [O Solichin]
0 Comments:
Posting Komentar
Silahkan komentar dengan baik dan bijaksana
Dilarang membuat spam di blog ini
Mohon maaf bila ada komentar yang belum dijawab/dibalas