Jumat, 27 September 2019

SEPUTAR HARTA WARISAN

 Hasil gambar untuk pembagian harta warisan
Pembagian warisan dalam hukum Islam menurut fiqh disebut dengan faraidh, wiratsah, atau al-tirkah. Fiqh Kewarisan Islam adalah ketentuan hukum Islam yang mengatur tentang siapa saja ahli waris yang berhak mendapatkan warisan termasuk berapa besar bagian kewarisannya.

Allah Ta’ala menyebutkan di dalam al-Qur’an tentang warisan, yang tertuang pada surat an-Nisaa’ ayat, 7, 11, 12 dan 176.

Pada ayat ke-7 dalam surat an-Nisaa’ Allah Ta’ala menyebutkan tentang hak bagian harta warisan dari orang tua dan karib kerabat bagi laki-laki dan perempuan.

لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا

Artinya, “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisaa : 7)

Ayat tersebut diturunkan karena pada masa jahiliyyah harta warisan hanya diberikan kepada orang-orang yang kuat dan yang ikut berperang. Sedangkan orang-orang lemah seperti wanita dan anak-anak tidak mendapatkan bagian sedikitpun.

Pada ayat ke-11 Allah Ta’ala bercerita tentang bagian yang di dapat dari harta warisan oleh Ushul (kerabat atas si mayit, seperti, ayah, ibu, kakek dst ke atas) dan Furu’ (kerabat bawah si mayit, seperti, anak dan cucu dan seterusnya ke bawah).

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya, “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya fauqotsnataini (maksudnya dua keatas), maka bagian mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh 1/2 (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat 1/3. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat 1/6. (pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di Antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa : 11)

Selanjutnya, Firman Allah Ta’ala pada surat an-Nisaa ayat ke-12, pada ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan tentang bagian harta warisan yang di dapatkan oleh suami istri dan sudara/I seibu.

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوا أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

Artinya, “Dan bagianmu (suami-suami) adalah 1/2 dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat 1/4 dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh 1/4 harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu 1/6 harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang 1/3 itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah di bayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikian ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS. An-Nisaa : 12)

Pada Firman Allah Ta’ala pada surat an-Nisaa’ ayat ke-176 Allah Ta’ala menyebutkan tentang bagian harta warisan bagi saudara/I kandung dan saudara/saudari seayah.

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوا إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya, “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) 1/2 dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’ : 176)

Mengenai informasi dari hadits Rasulullah SAW yang bercerita tentang harta warisan, beliau bersabda:

ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولى رجل ذكر )متفق عليه(

Artinya, “Berikanlah bagian-bagian itu (harta warisan) kepada keluarganya yang berhak (mendapatkannya), jika masih ada yang tersisa maka yang utama mendapatkannya adalah lelaki terdekat (kekerabatannya).” (Muttafaqun ‘alaihi)

Apabila kita gabungkan hadits ini dengan ayat-ayat di atas maka telah sempurnalah hukum-hukum faraidh yang berkaitan dengan bagian-bagian yang di dapat oleh masing-masing keluarga yang berhak mendapatkannya. Yang mana di dalam hadits yang mulia ini menyebutkan siapa yang berhak mendapatkan sisa harta warisan yang telah dibagikan kepada keluarga yang berhak mendapatkan bagian sesuai bagian-bagiannya masing-masing. Yang berhak mendapatkan sisa pembagian harta warisan adalah ‘ashabah terdekat dengan nasab.

Setelah disebutkan hak-hak warisan yang berkaitan dengan keluarga mayit di atas, maka pada dalil berikut ini berkaitan dengan hak-hak warisan bagi orang yang memerdekakan budak yaitu mu’tiq/mu’tiqah. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda-,
إنما الولاء لمن أعتق

Artinya, “sesungguhnya wala’ itu bagi yang memerdekakan budak.” (HR. Bukhari)

Yang dimaksud dengan wala’ pada hadits di atas adalah berkeitan dengan harta warisan yang ditinggalkan oleh mantan seorang budak yang di tetapkan oleh Rasulullah menjadi milik orang yang membebaskannya jika tidak ada ‘ashabah dari keluarganya.

Kemudian Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menyebutkan hak yang akan di dapat oleh karib kerabat mayit yang tidak termasuk kedalam ashabul furud dan ‘ashabah. Ketika seorang mayit tidak memiliki ashabul furud dan ‘ashabah yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisannya.

Allah Ta’ala berfirman,
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ (الأنفال: 75)

Artinya, “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah.” (QS. Al-Anfaal : 75)

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
الخال وارث من لا وارث له

Artinya, “Paman dari jalur ibu mewarisi orang yang tidak memiliki pewaris.” (HR. al-Baihaqi)
Ringkasannya dapat dilihat pada keterangan berikut ini:

1. Anak Perempuan
Pertama, anak perempuan mendapatkan 1/2. Apabila anak sendiri (QS. 4: 11). Kedua, mendapatkan 2/3 apabila terdapat dua atau lebih. Mereka berbagi rata dari 2/3 tersebut (4:11). Ketiga, mendapatkan sisa / ashabah spabila bersama dengan anak laki-laki (ashabah bil ghair).

2. Anak laki-laki
Laki-laki mendapat sisa dengan sendirinya atau disebut ashabah bi al-Nafs

3. Suami
Pertama, suami mendapat bagian 1/2 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak (4:12). kedua, suami mendapatkan 1/4 apabila pewaris meninggalkan anak (4:12)

4. Istri
Pertama. Istri mendapatkan 1/4 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak (4:12). Kedua mendapatkan 1/8 apabila ahli waris meninggalkan anak (4:12).

5. Ibu
Pertama, ibu mendapatkan bagian 1/3 apabila pewaris tidak meninggalkan anak. Kedua mendapatkan 1/6 apabila pewaris meninggalkan anak atau dua saudara atau lebih (4:11). Apabila tidak meninggalkan anak namun meninggalkan saudara (4:11). Ketiga, mendapatkan 1/3 sisa (tsulutsul baqi) apabila ahli waris hanya terdiri dari ayah, ibu dan suami/istri. Pembagiannya adalah dibagi dulu bagian istri, kemudian sisanya dibagi 1/3, kemudian sisanya diberikan kepada ayah.
6. Bapak
Pertama. Bapak mendapatkan 1/3 apabila ahli waris tidak meninggalkan anak. (4:11). Kedua, bapak mendapatkan 1/6 apabila ahli waris meningglkan anak. (4:11). Ketiga, bapak mendapatkan semua sisa apabila tidak ada ahli waris yang mendapatkan sisa, dan masih ada sisa warisan maka diberikan kepada bapak, namun sebelumnya bapak tetap mendapat bagian zawil furud (ahli waris yang telah mendapatkan bagian yang ditentukan).

7. Saudari kandung
Pertama. Saudari kandung mendapatkan bagian waris 1/2 apabila kalalah dan sendiri. Kedua, mendapatkan 2/3 apabila kalalah dan bersama dua orang atau lebih, maka mereka berbagi rata dari 2/3 tersebut. Kedua, mendapatkan sisa warisan. Apabila kalalah dan bersama dengan seorang anak perempuan (ashabah maal ghair) atau dia bersama dengan saudara kandung (ashabah bil ghair).

8. Saudara kandung
Saudara kandung mendapatkan sisa warisan apabila kalalah.

9. Saudari sebapak
Pertama. Saudara sebapak mendapatkan 1/2 warisan apabila kalalah dan tidak ada saudari kandung. Kedua mendapatkan 2/3 apabila kalalah, tidak ada saudari kandung dan saudari sebapak terdiri dari dua orang atau lebih. Mereka berbagi rata dari bagian tersebut. Ketiga, mendapatkan sisa warisan apabila kalalah, dia bersama saudara sebapak, dan tidak ada suadara kandung. Keempat. Tidak mendapatkan warisan apabila ada saudara kandung atau apabila ada dua saudari kandung

10. Saudara/I seibu
Pertama, Saudara/I seibu mendapatkan 1/6 warisan apabila kalalah dan mereka satu orang. Kedua mendapatkan 1/3 apabila kalalah dan mereka terdiri dari dua orang atau lebih.

Dari penejalasan di atas, kami ingin memberikan catatan tentang pengertian kalalah. Kalalah adalah kondisi ketika ahli waris tidak meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki dan ayah telah meninggal terlebih dahulu. Pembahasan kalalah adalah untuk menentukan apakah saudara dapat menjadi ahli waris atau tidak. Wallahu a'lam.
 Hasil gambar untuk bagan pembagian harta warisan
Melihat penjelasan diatas, pembahasan tentang ilmu Faraidh ini masih cukup panjang untuk mendapatkan kategori detail informasi. Masih banyak yang harus dijelaskan dan diperhatikan lebih rinci lagi. Tapi hal tersebut diatas adalah point utama yang harus lebih dulu diperhatikan. InsyaaAllah penjelasan tambahan lainnya akan berlanjut lagi nanti. Semoga bermanfaat.


0 Comments:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan baik dan bijaksana
Dilarang membuat spam di blog ini
Mohon maaf bila ada komentar yang belum dijawab/dibalas